Kemiskinan di Banten dan Senyum Ratu Atut
Warga yang tinggal di Kampung Ciwedus 10 kilometer dari Alun-alun Kota Serang itu kini dililit kemiskinan.
Editor: Hendra Gunawan
Rumah berukuran sedang warisan orangtua Wasiudin itu kini dihuni 22 jiwa, yang terdiri atas lima keluarga, termasuk keluarganya. Untunglah mereka masih bersaudara. Setiap keluarga menempati satu kamar.
Menurut Wasiudin, menjelang pemilihan kepala daerah, keluarganya didatangi sejumlah elite politik Banten. Mereka meminta dukungan. ”Seperti pilkada wali kota sekarang. Mereka ke sini karena jumlah kami banyak. Tetapi, biasanya, setelah pilkada, kami dilupakan, dan hanya dapat kalender itu,” ujarnya, menunjukkan kalender sang calon.
Di Desa Kilayah, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, kemiskinan juga mendera Asep Ruhiyat (48). Meskipun jaraknya sekitar 10 kilometer dari Kota Serang, nasibnya sama tragis dengan Ulyati dan Wasiudin.
Tiga tahun lalu, Asep kehilangan anak sulungnya, Aam Amalia, yang terserang panas tinggi. Sampai sekarang, Asep tak tahu penyakit yang diderita anaknya itu. ”Kalau sakit biasanya diobati dengan obat kampung yang dibeli di warung,” ujar Asep, penganggur, yang tinggal bersama istri, mertua, dan anak-anaknya.
Asep pernah menjadi sopir di perusahaan baja Krakatau Steel, tetapi terkena PHK massal akibat krisis.
Ironi pertumbuhan
Ironisnya, menurut laporan Bank Indonesia, Banten mengalami pertumbuhan ekonomi pesat. Pada triwulan II-2013, pertumbuhan mencapai 5,66 persen atau mendekati pertumbuhan nasional 5,81 persen.
Provinsi dengan jumlah penduduk 12 juta jiwa yang tersebar di delapan kabupaten/kota, tercatat punya nilai ekspor 9,48 miliar dollar AS tahun lalu.
Badan Pusat Statistik (BPS) Banten juga mencatat, produk domestik regional bruto Banten naik dari tahun ke tahun. Ini berarti pendapatan rata-rata penduduk membaik. Namun, kemiskinan justru meningkat. Jika per Maret 2012 jumlah orang miskin di Banten 652.766 jiwa, pada Maret 2013 jumlahnya menjadi 656.243 jiwa.
Angka pengangguran juga masih tinggi. Hingga Februari lalu, jumlah penganggur 552.895 jiwa atau 10,10 persen dari angkatan kerja sebanyak 4,9 juta jiwa. Celakanya, angkatan kerja di Banten sebagian besar hanya SD.
Meski demikian, menyikapi kemiskinan di Banten, Sekretaris Daerah Provinsi Banten Muhadi berkilah semua provinsi menghadapi hal yang sama. ”Jika mengutip data BPS, tahun ini tingkat kemiskinan nasional 11,37 persen, dan di Banten hanya 5,74 persen. Ini berarti kami lebih baik menanganinya jika dibandingkan nasional,” ujarnya.
Sorotan terhadap Atut sekarang ini diharapkan Muhadi jangan membuat penilaian negatif. Sebab, kepemimpinan Atut dinilai sukses membuat Banten unggul di beberapa bidang. (Dahlia Irawati/Kompas Cetak)