Penyumbang 'Uang Saweran' Harus Ikut Dihukum
LPHKP menilai, penyumbang uang saweran untuk menyuap hakim korupsi dana bansos Pemkot Bandung harus dijerat secara hukum.
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Lembaga Pemerhati Hukum dan Kebijakan Publik menilai, penyumbang uang saweran untuk menyuap hakim pada kasus suap pengurusan korupsi dana bansos Pemkot Bandung harus dijerat secara hukum.
Ketua LPHKP Erlan Jaya Putra mengatakan, penyumbang uang saweran untuk menyuap hakim pada kasus suap pengurusan korupsi dana bansos Pemkot Bandung harus dijerat secara hukum. Sebab, suka atau tidak suka, mereka turut serta dalam proses suap terhadap hakim tersebut.
Menurut Erlan, jika para penyumbang uang saweran itu tidak menyerahkan dananya kepada mantan kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Pemkot Bandung Herry Nurhayat, kasus suap ini tidak akan terjadi.
"Melihat alur cerita kasus ini, patut diduga para penyumbang uang saweran ini turut serta dalam proses terjadinya penyuapan," kata Erlan, Selasa (22/10/2013).
Pada fakta persidangan terungkap, Herry selaku koordinator pengumpulan uang berhasil meraup dana Rp 4,7 miliar dari sejumlah pejabat Pemkot Bandung dan para pengusaha. Uang itulah yang digunakan untuk menyuap hakim.
Herry mengaku, ia menjadi koordinator karena menjalankan perintah Dada Rosada dan Edi Siswadi. Pada persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung terungkap mereka yang telah memberikan sumbangan uang itu adalah bos Istana Grup Edi Sukamto Rp 1 miliar plus 25 ribu dolar AS; Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan Pemkot Bandung Iming Ahmad Rp 1,2 miliar; dan Kepala Dinas Cipta Karya Rusjaf Adimenggala Rp 500 juta.
Selanjutnya, anggota DPRD Kota Bandung Aat Syafaat Hodijat Rp 500 juta; Dirut PDAM Kota Bandung Pian Supiyan Rp 200 juta; konsultan PDAM Kota Bandung Prof Dr Djumhana Rp 900 juta; Kepala Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung Dandan Riza Wardhana Rp 7,5 juta; dan, Kepala Bappeda Kota Bandung Gunadi Sukma Bhinekas Rp 5 juta.
Menurut Erlan, bisa dipastikan para penyumbang uang saweran itu mengetahui bahwa uang yang diserahkan itu bakal digunakan untuk menyuap hakim. Terlebih nilai uangnya cukup besar.
"Kalau ada orang minta uang, pasti kan kita tanya dulu uangnya untuk apa. Jadi mustahil kalau si pemberi uang tidak tahu uangnya bakal digunakan untuk kegiatan apa. Selain itu harus juga didalami ada kepala dinas yang mampu menyumbang hingga Rp 1,2 miliar. Itu duitnya dari mana? Gaji kepala dinas berapa sih?" ujar Erlan. (san)