Reformasi Birokrasi di NTT Disokong Lembaga PBB
NTT menjadi provinsi ke empat di Indonesia yang mencanangkan reformasi birokrasi menyusul Gorontalo, Bangka Belitung, dan Aceh.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Frans Lebu Raya, mencanangkan Peta Reformasi Birokrasi Provinsi NTT yang menjabarkan rencana aksi pembangunan daerah periode 2013-2018 serta visi pembangunan provinsi Nusa Tenggara Timur 2005-2025.
Frans menyebut, NTT menjadi provinsi ke empat di Indonesia yang mencanangkan reformasi birokrasi menyusul Gorontalo, Bangka Belitung, dan Aceh. Reformasi birokrasi di NTT ini disebutkan mendapat dukungan dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS, Kemeterian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB).
Selain itu, program ini juga mendapat dukungan dari United Nations Development Programme (UNDP/Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa). Dukungan UNDP tersebut dijabarkan lewat proyek Penguatan Tata Kelola Pemerintahan Provinsi (Provincial Governance Strengthening Programme/PGSP).
Selain itu pula, guna mendukung Reformasi Birokrasi, Gubernur NTT juga mencanangkan empat prioritas pelayanan publik yaitu, Penyederhanaan pengurusan perijinan, Penyediaan Pusat Informasi dan Aduan Pelayanan Kesehatan 24 Jam RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes, Program Penguatan Kompetensi Guru Mata Pelajaran UN 75 guru per kabupaten/kota SMA/SMK/MA/SMP/ MTs dan Revitalisasi SAMSAT.
”Dokumen peta reformasi birokrasi ini akan kami gunakan sebagai panduan lima tahunan 2013-2018 untuk mengawal pelaksanaan reformasi birokrasi di Nusa Tenggara Timur,” jelas gubernur Frans Lebu Raya seperti dikutip dari rilis yang diterima Tribunnews.com, Senin (29/10/2013).
Dia tegaskan, pada tahap awal, peta reformasi birokrasi ini akan dijadikan sebagai masukan untuk RPJMD 2014-2018, untuk selanjutnya akan dimasukan ke dalam dokumen penganggaran daerah.
Lebih lanjut Direktur Otonomi Daerah Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS, Wariki Sutikno menambahkan, peta Reformasi Birokrasi Provinsi NTT ini juga difokuskan pada upaya peningkatan daya saing daerah dan partisipasi sektor swasta dalam pembangunan.
World Economic Forum on Global Competitiveness Index 2012-2013 menempatkan Indonesia di posisi 50 dari 144 negara, dimana dari perspektif bisnis, sekitar 26% biaya investasi di Indonesia terpaku pada upaya untuk mendapatkan ijin usaha.
“Pemerintah meyakini adanya korelasi timbal-balik antara reformasi birokrasi, pembangunan dan pengingkatan daya saing daerah dan hal-hal negatif tersebut berkontribusi terhadap rendahnya tingkat daya saing Indonesia di dunia,” Wariki Sutikno.
Lebih lanjut, Wariki menjabarkan, pada kuartal ketiga lalu BAPPENAS telah menyelesaikan evaluasi paruh-waktu pelaksanaan RPJMN 2010-2014. Meskipun Indonesia berhasil mencapai investment grade lagi setelah 10 tahun, juga adanya penurunan tingkat kemiskinan dan pengangguran dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi -- namun hasil evaluasi untuk reformasi birokrasi dan tata kelola sebagai salah satu prioritas nasional belum begitu menggembirakan.
“Untuk 2014, pemerintah telah menetapkan skor 8,0 sebagai target pencapaian Indeks Integritas Pelayanan Public dan skor 75 untuk target Peringkat Kemudahan Berusaha.” tutur Wariki.