Kapten Wahyu Dikenal Sebagai Panutan Masyarakat
Kepergian Kapten Wahyu Ramadan, korban tewas helikopter TNI AD MI-17 menyisakan kesedihan bagi keluarga.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, CIPEUNDEUY - Kepergian Kapten (anumerta) CPN Wahyu Ramadan, korban tewas helikopter TNI AD MI-17 yang jatuh di Desa Apoping, Kecamatan Bahau Ulu, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, Sabtu (9/11), menyisakan kesedihan bagi keluarga.
Kapten CPN Wahyu merupakan warga asli Cipeundeuy. Almarhum dikenal sangat dekat, baik dengan keluarga maupun dengan penduduk Desa Nanggeleng. Bahkan, di desa kecil tersebut, almarhum merupakan salah satu panutan masyarakat.
Semasa hidupnya, almarhum dianggap sebagai salah seorang anak muda tersukses di desa kecil tersebut. Maklum saja, dalam usianya yang terbilang muda, 34 tahun, almarhum sudah berpangkat kapten sekaligus pilot serta mengenyam pendidikan di Rusia.
"Kami benar-benar merasa kehilangan. Beliau sangat dekat dengan keluarga juga masyarakat di sini (Nanggeleng)," ujar kakak ipar Wahyu, Rahmat Karba (38), saat ditemui Tribun di rumah duka di Kampung Cikiray Hilir, Desa Nanggeleng, Cipeundeuy, KBB, Senin (11/11/2013).
Rahmat menceritakan pihak keluarga pertama kali memperoleh kabar mengenai peristiwa yang menimpa adik iparnya tersebut pada Sabtu (9/11) sekitar pukul 14.00. Kabar tersebut disampaikan langsung oleh kesatuannya, Squadron 31/Serbu di Semarang. Hanya saja, saat itu pihak keluarga belum diberi tahu detail mengenai kejadian yang menimpa Wahyu.
"Hanya dikasih tahu dapat musibah, belum tahu musibah apa dan bagaimana kondisi Wahyu," kata Rahmat.
Karena pihak kesatuannya meminta agar pihak keluarga berangkat ke Semarang, sekitar satu jam kemudian atau sekitar pukul 15.00 WIB, pihak keluarga yang diwakili oleh ayah almarhum, Rohim, serta kedua mertuanya, Ma'mun dan Een Rohaeni, langsung berangkat ke Semarang sesuai permintaan atasan Wahyu.
Pada Sabtu (9/11) malam ketika pihak keluarga mengetahui bahwa Wahyu menjadi salah seorang korban tewas kecelakaan helikopter di Malinau, menurut Rahmat, hampir seluruh keluarganya seolah tak percaya dengan kabar tersebut. Pasalnya, pada pagi harinya, pihak keluarga masih berkomunikasi dengan Wahyu melalui telepon.
Bahkan selain menelepon keluarganya di Cipeundeuy, pagi itu sebelum terbang dengan helikopter MI-17 nahas tersebut, Wahyu diketahui sempat bercengkerama dengan istri dan ketiga anaknya melalui sambungan telepon sekitar 1 jam. Menurut dia, menelepon keluarga serta istri dan ketiga anaknya sudah jadi kebiasaannya setiap kali Wahyu mau terbang.
"Ia (Wahyu) sempat ngobrol lama sekali dengan istri dan anaknya. Doakan ayah, ayah mau terbang," ujar Rahmat menirukan perkataan Wahyu kepada ketiga anaknya yang masih kecil- kecil.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.