Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sejarawan: Pemerintah Harus Segera Beli Dirham Peninggalan Kerajaan Aceh

Pemerintah diminta segera membeli dirham yang mendadak ditemukan dalam jumlah banyak di Kuala Krueng Doy, Banda Aceh.

zoom-in Sejarawan: Pemerintah Harus Segera Beli Dirham Peninggalan Kerajaan Aceh
SERAMBI INDONESIA/M ANSHAR
Warga memperlihatkan koin emas (mata uang Dirham) yang ditemukan di kawasan tambak Desa Merduati, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh, Senin (11/11). Koin emas kuno yang diperkirakan berjumlah ribuan itu pertama kali ditemukan dalam sebuah peti kuno oleh seorang pencari tiram dan dijual ke toko emas di Pasar Atjeh hingga seratusan juta rupiah. SERAMBI/M ANSHAR 

TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Pemerintah Republik Indonesia diminta segera membeli dirham atau koin emas kuno yang mendadak ditemukan dalam jumlah banyak di Kuala Krueng Doy, Gampong Merduati, Kota Banda Aceh.

Pasalnya, sejak harta karun itu menghebohkan warga pada Senin (11/11/2013) awal pekan ini, banyak transaksi jual beli koin emas kuno peninggalan Kerajaan Aceh Darussalam itu secara bebas.

Saran itu, diutarakan sejarawan Aceh Drs Rusdi Sufi dan Sekretaris Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa), Mizuar, kepada Serambi secara terpisah, Selasa (12/11/2013).

Rusdi Sufi mengingatkan, koin emas yang diklaim sebagai alat tukar dan benda bersejarah peninggalan Kerajaan Aceh itu adalah benda yang dilindungi negara dan tidak boleh diperjualbelikan. Itu seperti amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Salah satu pasal UU ini menyebutkan, setiap temuan itu harus dilindungi, tidak bisa diperjualbelikan. "Dan kepada orang yang menemukannya, diberikan hak oleh negara," kata Rusdi, dosen sejarah pada Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unsyiah.

Menurut Rusdi Sufi, apabila benda-benda peninggalan sejarah itu diperjulabelikan, maka akan menghilangkan bukti sejarah Aceh. "Benda-benda itu adalah bukti bahwa Kerajaan Aceh dulu adalah kerajaan yang berjaya dan makmur. Benda-benda itu seharusnya dijaga dan disimpan. Kalau tidak ada buktinya, maka kejayaan Aceh dulu hanya tinggal sebuah kisah belaka," kata mantan direktur Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh (PDIA) ini.

Dosen sejarah yang mendalami numismatik (hal ikhwal tentang mata uang kuno) ini menambahkan, pemerintah bersama lembaga terkait seperti Balai Peninggalan Pelestarian Sejarah dan Purbakala berkewajiban melestarikan benda cagar budaya yang merupakan aset berharga bangsa.

BERITA REKOMENDASI

Sedangkan tindakan masyarakat yang memperjualbelikan koin emas (dirham) itu secara bebas, menurut Rusdi, bukan sepenuhnya kesalahan masyarakat. "Pemerintah seharusnya lebih proaktif dengan menyosialisasikan UU Cagar Budaya," jelasnya.

Hal senada disampikan Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa) melalui siaran persnya kepada Serambi kemarin. Sekretaris Mapesa Mizuar menyatakan, pemerintah harus membeli kembali koin emas (dirham) yang telah dijual warga.

"Penemuan mata uang dirham ini oleh masyarakat Merduati menjadi bukti penguat kejayaan Aceh dulu yang saat ini justru sudah mulai diragukan sebagian kecil masyarakat Aceh. Keraguan ini karena minimnya peninggalan benda bersejarah pada zaman Kesultanan Aceh," katanya.

Oleh karena itu, ia berharap Pemerintah Aceh dapat segera menindaklanjuti hal ini. "Sangat memprihatinkan apabila pemerintah dan Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh tidak merespons temuan ini. Sebenarnya penemuan benda sejarah seperti dirham ini tidak boleh dijual, karena ini adalah aset sejarah yang dilindungi undang-undang. Jikapun telah dijual, maka pemerintah harus membeli kembali agar ini menjadi barang koleksi museum yang dapat menjadi pengetahuan sejarah bagi generasi selanjutnya," kata Mizuar.

Selain itu, ia juga berpesan kepada masyarakat yang menemukan benda peninggalan sejarah atau koin emas itu agar tidak langsung menjualnya, tetapi beri tahukan temuan itu ke Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh yang berada di Gampong Lampisang, Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar. (sr)


Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas