Demi Jadi PNS, Ari Pilih Transmigrasi ke Kalimantan Tengah
Isna Ari Santosa (31) warga Klaten ini semakin mantap untuk mengikuti program transmigrasi ke Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah.
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Reporter Tribun Jogja, Obed Doni Ardiyanto
TRIBUNNEWS.COM, KLATEN - Isna Ari Santosa (31) warga Desa Paseban, Kecamatan Bayat yang berprofesi sebagai guru wiyata bakti di SD di Klaten ini semakin mantap untuk mengikuti program transmigrasi ke Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah.
Tak hanya karena ia ingin mandiri, namun juga ia berharap bahwa keputusannya itu bisa membawa nasib baik bagi dirinya. Terutama untuk mencapai cita-citanya yang ingin menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Wajar saja, menurut pandangannya, kompetisi untuk menjadi PNS di Pulau Jawa sudah terlalu ketat. Lain halnya dengan PNS di luar pulau jawa. Setidaknya itulah yang ia yakini selama ini.
"Selain ingin hidup mandiri, karena selama ini keluarga saya tinggal di rumah orangtua, saya juga ingin mendapat kesempatan supaya diangkat (menjadi PNS). Saya sudah selama sepuluh tahun menjadi guru wiyata bakti di Klaten, dan kesempatan untuk menjadi PNS minim di sini, karena banyaknya guru honorer dan PNS," jelasnya Jumat (22/11/2013).
Isna, yang berangkat bersama istri dan anaknya ke Kabupaten Barito Timur, Kalimatan Tengah, sebenarnya mengikuti tes CPNS untuk honorer K2 yang diselenggarakan beberapa waktu lalu . Dia akan berupaya untuk memproses jika dirinya dinyatakan lulus tes CPNS honorer K2 di Kabupaten Barito Timur.
"Seandainya bisa dan ada kerja sama antara Pemkab Klaten dan Barito, maka saya akan mencoba. Meski demikan saya merelakan apapun hasilnya nanti. Yang jelas saya ingin merubah nasib keluarga saya, dengan tetap mengabdi menjadi guru, dan saat tidak mengajar saya bisa ke ladang untuk bercocok tanam," imbuhnya.
Hal yang sama dikatakan Sadani Mustofa (38). Pria yang sehari-hari menjadi sopir serabutan ini ingin mencari peluang rejeki yang lebih besar. Sebagai sopir di Klaten ia hanya dapat membawa pulang uang Rp 50 ribu setiap kali bekerja.
"Anak saya tiga, namun anak saya yang duduk di SMP dan SD saya tunda keberangkatannya karena harus masih ujian pada Desember nanti. Sesuai dengan keahlian, saya akan menjadi supir lagi di sana. Kalau di Klaten, jumlah penduduknya banyak, sehingga persaingan mencari kerja sulit," urainya.
Adapun pada 2013 ini, Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Klaten memberangkatkan sepuluh kepala keluarga untuk transmigrasi. Untuk November ini, ada lima KK yang terdiri atas 21 jiwa diberangkatkan ke Barito Timur. Sedangkan pada Desember nanti akan direncanakan lima KK yang diberangkanan menuju Kebupaten Nunukan, Kalimatan Utara.
"KK yang berangkat ke Barito merupakan warga dari Kecamatan Trucuk, Bayat, dan Juwiring. Mereka akan diberangkatkan ke Semarang dulu untuk mendapatkan pembekalan dan pelatihan selama lima hari. Sebenarnya minat warga Klaten untuk bertransmigrasi cukup tinggi. Pendaftarnya mencapai 80 hingga 100 orang tiap tahunnya, namun kita hanya mendapatkan jatah sepuluh KK. Tahun lalu kita juga memberangkatkan sepuluh KK," jelas Kepala Dinsosnakertrans, Slamet Widodo.
Selain mendapat rumah dan lahan seluas dua hektar, tahun ini, lanjut Slamet, berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pasalnya selain dibekali uang senilai Rp 2 juta, setiap KK juga mendapakan barang serta bibit sayuran senilai Rp 4 juta. Barang-barang itu antara lain peralatan berladang, sepeda kayuh, dan genset. "Genset itu untuk menyediakan listrik, karena biasanya tempat transmigrasi mini dengan listrik," pungkasnya. (oda)