Komentar Masinis Tragedi Bintaro 1987 Soal Kecelakaan KRL vs Truk
Slamet Suradio (74), masinis KA yang terlibat dalam kecelakaan yang menewaskan ratusan nyawa.
Editor: Budi Prasetyo
Laporan Reporter Tribun Jogja, Rento Ari Nugroho
TRIBUNNEWS COM, PURWOREJO - Beberapa saat setelah terjadi kecelakaan KRL di kawasan Bintaro, banyak pihak yang mengaitkannya dengan tragedi Bintaro yang terjadi pada 1987. Seorang saksi kunci tersebut ternyata masih dapat dijumpai Dialah Slamet Suradio (74), masinis KA yang terlibat dalam kecelakaan yang menewaskan ratusan nyawa tersebut.
Pada 19 Oktober 1987, Slamet terlibat dalam satu dari beberapa kecelakaan Kereta Api (KA) terburuk dalam sejarah perkeretaapian Indonesia. Saat itu ia mengawaki KA 225 Jurusan Rangkasbitung-Jakartakota yang bertabrakan dengan KA Cepat 220 Jurusan Tanah Abang-Merak. Dalam kejadian ini Slamet dipersalahkan karena dianggap melanggar aturan dengan memberangkatkan kereta tanpa ijin Pemimpin Perjalanan Kereta Api (PPKA). Ia pun dihukum dan haknya berupa uang pensiun dicabut.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Slamet untuk memperjuangkan haknya. Namun, upaya tersebut tidak berhasil. Kini ia hanya bisa pasrah menanti keadilan yang entah kapan datangnya.
Namun Slamet tidak menyerah. Ia pun memutuskan kembali ke kampung halamannya, Purworejo. Di tempat ini ia memulai hidup yang baru dan berhasil menikah kembali setelah istri pertamanya direbut rekan masinis. Dari pernikahan yang kedua ini ia dikaruniai tiga anak.
Untuk menyambung hidup, ia berjualan rokok eceran keliling di depan suatu toko di kawasan perempatan Kalianyar, Kutoarjo. Tempat berjualannya ini berjarak sekitar 17 km dari rumahnya yang sederhana di Dusun Krajan Kidul, RT 02/RW 02, Desa Gintungan, Kecamatan Gebang, Purworejo.
"Peristiwa 26 tahun yang lalu itu tidak akan pernah bisa saya lupakan. Selain itu sekarang saya hanya berdoa, agar saya pada akhirnya mendapatkan keadilan. Uang pensiun yang menjadi hak saya, semoga saya dapatkan," jelas Slamet ketika ditemui Tribunjogja.com, Selasa (10/12/2013) siang.
Mengenai lokasi kecelakaan kereta api di Bintaro yang terjadi pada 9 Desember 2013 yang berdekatan dengan lokasi kecelakaan pada 19 Oktober 1987, Slamet mengaku lokasi tersebut biasa saja. Menurutnya tidak ada yang aneh selama ia bertugas di wilayah tersebut.
"Saya sejak 1964 telah bertugas di jalur tersebut. Tidak ada yang aneh, angker pun tidak meski ada kawasan makam di dekatnya. Kalau orang bilang angker ya terserah mereka. Namun saya tidak merasa demikian. Kejadian pada 19 Oktober itu saya anggap apes saja," katanya.
Sedangkan mengenai solidaritas masinis, Slamet mengungkapkan keprihatinannya atas apa yang menimpa Darman Prasetyo, masinis KRL nahas yang bertabrakan dengan truk tangki. Menurutnya, kecelakaan dapat terjadi kapan saja meski telah diantisipasi sedemikian rupa.
"Yang namanya musibah, siapa yang ingin mengalaminya? Yang jelas, kalau sudah ada usaha untuk mencegah hal seperti itu, itu sudah baik. Saya turut berduka atas apa yang dialami oleh masinis KRL itu," jelasnya.
Slamet mengungkapkan, solidaritas masinis memang baik. Belum lama ini ada serombongan masinis dari Semarang yang mengunjunginya. Selain bersilaturahmi, mereka juga memberikan bantuan ala kadarnya untuk sedikit meringankan bebannya.
"Masinis dari dulu dan sekarang beban dan risikonya tetap sama beratnya. Hanya sekarang masinis lebih ada peningkatan kesejahteraan. Semoga perkeretaapian Indonesia lebih baik," katanya.
Mengenai peristiwa kecelakaan Kereta Api misalnya yang dialami Slamet, para pecinta kereta api yang tergabung dalam Railfans Yogyakarta memiliki pandangan tersendiri. Benny Pudyastanto misalnya. Pecinta kereta api yang pernah mengunjungi Slamet ini mengatakan berkaca pada kasus Slamet Suradio, eks masinis PJKA yang terlibat dalam PLH Bintaro 1987, kini nasibnya merana.
"Ia dituding sebagai aktor tunggal dalam peristiwa tersebut, sehingga dia diberi sanksi pemberhentian dengan tidak hormat, dan statusnya sebagai pegawai dicabut. Ia tidak diberi hak uang pensiun, sekalipun ia telah bekerja di PJKA selama belasan tahun. Padahal, kalau boleh jujur, ada pihak-pihak lain yang terlibat dalam kecelakaan ini," kata Benny.
Benny berharap kepada pemerintah, via Kemenhub, apabila saat ini pemerintah berniat menyelesaikan kasus PLH Bintaro 2013, semoga pemerintah juga bersedia membuka kembali kasus PLH Bintaro 1987, untuk kemudian diselesaikan, dan Hak-hak yang semestinya diterima Slamet Suradio, (hak pensiun, dan rehabilitasi nama baik), bisa dikembalikan kepada yang bersangkutan.(*)