WNA Asal Cina Jarah 'Harta Karun' Kalbar di Kapuas Hulu
Sebanyak 19 warga negara asing asal Republik Rakyat Tiongkok (Cina), ditangkap Polda Kalimantan Barat.
Laporan Wartawan Tribun Pontianak Rihard Nelson
TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Sebanyak 19 warga negara asing asal Republik Rakyat Tiongkok (Cina), ditangkap Polda Kalimantan Barat.
Mereka diamankan saat polisi bersama Dinas Kehutanan Kalbar menggelar operasi penertiban dan penindakan perizinan nonkehutanan terhadap PT Cosmos Inti Persada, di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Mereka melakukan aktifitas penjarahan terhadap "harta karun" Kalimantan Barat, berupa potensi tambang bernilai tinggi di Kapuas Hulu.
"Pada Jumat tanggal 3 Desember 2013, tim gabungan menangkap mereka di kawasan hutan lindung Nyaban, BT Pangihan," kata Kepala Dishut Kalbar Marcellus, Senin (16/12/2013).
Tim juga, kata dia, menemukan pembuatan jalan sepanjang 27.996 meter dengan lebar 10 meter. Sepanjang 18.801 meter di kawasan hutan produksi terbatas, 9.195 meter di kawasan hutan lindung.
"Turut diamankan dari lokasi tenaga kerja asing asal RRC sebanyak 19 orang. Tenaga kerja asing ini tidak dapat menunjukkan paspor dan visa kerja, yang ada hanya fotokopi yang disalurkan oleh PT Navara Westindo beralamat di Jakarta. Jadi 19 orang ini tidak dapat berbahasa Indonesia, mereka menggunakan penerjemah," ujarnya.
Saat dilakukan pemeriksaan lapangan, pihak perusahaan tidak dapat menunjukkan berkas perizinan, termasuk izin pinjam pakai kawasan hutan dari Menteri Kehutanan.
Parahnya lagi, sambung Marcell, para WNA tersebut tidak didampingi oleh orang Indonesia yang bertugas melakukan pengawasan sekaligus bertanggungjawab.
"WNA tersebut kini dibawah Polda Kalbar untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan, dan aktivitas sementara dihentikan. Kita juga menemukan peralatan seperti Excavator, Dump Truck, Mesin Bor, GPS, Teodolite, dan hasil tambang berupa Anti Moni. Barang bukti tersebut kini diamankan di Polsek setempat dan sudah di Police Line," tuturnya.
Dari hasil pemeriksaan sementara, PT Cosmos Inti Persada melakukan pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.
"Diduga melanggar 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Lingkungan Hidup, UU Nomor 4 Tahun 2007 tentang Minerba, UU Nomor 18 Tahyn 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan," paparnya.
Marcellus menegaskan, aktivitas pertambangan tersebut telah berdampak pada adanya keresahan masyarakat lokal berupa pemagaran masuk. "Ini ditakutkan menjadi ancaman konflik, makanya perlu dilakukan tindakan," tukasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.