Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Atribut Kampanye Ditertibkan, Caleg PDIP Sleman Serang Anggota Panwaslu

Caleg dari partai PDIP, Gimmy Rusdin Sinaga menyerang petugas karena balihonya dibredel, Rabu (15/1/2014) di Sambilegi, Maguwoharjo, Depok Sleman.

Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Atribut Kampanye Ditertibkan, Caleg PDIP Sleman Serang Anggota Panwaslu
IST / Repro
Foto Caleg PDIP Dapil Sleman, Gimmy Rusdin Sinaga yang mencoba menghajar petugas Panwaslu karena mencopoti alat peraga kampanye miliknya di Sambilegi, Maguwoharjo, Depok, Sleman. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ekasanti Anugraheni

TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Upaya penertiban alat peraga kampanye di Sleman selama dua hari terakhir ternyata diwarnai insiden kekerasan. Seorang calon legislatif (caleg) dari partai PDIP, Gimmy Rusdin Sinaga menyerang petugas karena balihonya dibredel, Rabu (15/1/2014) di Sambilegi, Maguwoharjo, Depok Sleman.

Insiden diawali dengan cekcok mulut antara Gimmy dengan seorang anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Sleman, Ibnu Darpito. Caleg PDIP dari Dapil Sleman yang kini menjabat sebagai Sekretaris Komisi C DPRD DIY itu melontarkan kata-kata kasar kepada petugas Satpol PP dan Panwaslu yang mencopoti balihonya. Padahal, alat peraga kampanye itu jelas-jelas melanggar karena dipasang di pohon.

"Sempat mengata-ngatai," kata Ibnu.

Setelah itu, Gimmy melayangkan tangannya ke bagian leher Ibnu Darpito. Sampai akhirnya dilerai petugas lainnya.

"Tangannya sudah di leher, spontan, tapi sebentar. Hampir mencekik tapi dilerai," ucap Ibnu Darpito, Kamis (16/1/2014).

Menurut Ibnu, Gimmy marah karena merasa tidak mendapatkan pemberitahuan sebelum alat peraga kampanyenya dicopot. Padahal, sesuai mekanismenya, KPU sudah menyampaikan peringatan kepada masing-masing parpol tentang alat-alat peraga kampanyenya yang melanggar aturan. Tapi memang peringatan tidak disampaikan langsung kepada masing-masing caleg.

Berita Rekomendasi

"Peringatan sudah lewat Dewan Perwakilan Cabang (DPC)," tandasnya.

Usai mendapatkan perlakuan kasar dari caleg itu, Ibnu lantas melaporkannya ke komisioner KPU. Namun, ia mengaku tidak mau membesar-besarkan kasus itu.

"Belum visum, tapi langkah berikutnya nanti ngikut komisioner saja," imbuhnya.

Saat dikonfirmasi, Gimmy sempat berkilah. Ia mengaku tidak mengetahui adanya insiden kekerasan itu.

"Saya nggak tahu. Nggak ada itu, mengada-ada.. Yang bilang ada insiden siapa?" ucap Gimmy dijumpai usai mengikuti Rapat Komisi C di DPRD DIY, Kamis (16/1).

Namun, setelah dihujani banyak pertanyaan, Gimmy akhirnya mengakui kemarahannya terhadap petugas yang mencopoti alat peraga kampanyenya.

"Bukan baliho, tapi bendera partai yang ada di kampung. Menurut saya itu tidak terlarang di kampung. Ini mungkin miss komunikasi saja," kata politikus PDIP yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua I Komisi Tinju Indonesia (KTI) DIY serta Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Banteng Muda Indonesia (BMI) DIY.

Menurut Gimmy, bendera partai itu dipasang untuk memperingati HUT PDIP. Karenanya, Gimmy selaku kader dan pengurus aktif DPD PDIP itu merasa harus memasang bendera-bendera partai itu. Ia menampik jika ia mempermasalahkan baliho yang dicopot petugas.

"Bukan soal baliho, tapi bendera partai. Kalau balihonya melanggar ya silahkan dicopot, tapi saya juga tidak pernah menerima pemberitahuan soal itu," ucap pria berdarah Batak yang juga aktif sebagai Ketua Paguyuban Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) DIY.

Menanggapi hal itu, Ketua Panwaslu Kabupaten Sleman Sutoto Djatmiko sangat menyesalkan tindakan calon wakil rakyat itu.

"Itu tindakan yang tidak patut terhadap petugas yang menjalankan tugas negara. Sangat disesalkan," ucap Toto, Kamis (16/1/2014).

Menurut Toto, anggotanya yang digampar Gimmy sebenarnya enggan mempermasalahkan insiden itu secara hukum. Ia meminta agar kasus ini tidak diperpanjang. Tapi, Panwaslu Sleman sudah mencoba berkoordinasi dengan Polda DIY untuk tindak lanjutnya secara hukum. Agar, insiden serupa tidak akan terjadi kembali.

"Masih saya koordinasikan dulu," tandasnya.

Sebelumnya, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DIY Muhammad Nadjib pernah menjelaskan, KPU memang menerapkan aturan yang lebih ketat untuk pemasangan alat peraga kampanye (APK) dalam Pemilu 2014. Berbeda dengan Pemilu sebelumnya, KPU sekarang menetapkan zona-zona khusus yang boleh dipasang APK.

"Selain zona-zona yang telah ditetapkan, itu terlarang untuk pemasangan APK," ucap Nadjib.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu DIY) mencatatkan sebanyak 5.000 hingga 6.000 kasus pelanggaran Alat Peraga Kampanye (APK) di DIY, meliputi spanduk, baliho maupun rontek. Jumlah pelanggaran itu merupakan jumlah akumulatif rata-rata kasus yang terjadi dalam setiap minggunya.

"Jumlah pelanggarannya relative tinggi. Kalaupun sudah ditindak, nanti ada yang muncul baru lagi. Rata-rata ya sekitar 5.000 hingga 6.000 kasus," ucap Ketua Bawaslu DIY Muhammad Nadjib dijumpai usai menggelar rapat koordinasi dengan Komisi A DPRD DIY, Rabu (8/1/2014). (esa)

Sumber: Tribun Jogja
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas