Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Karyawan Hanya Ingin PLN Bayar Rp 48 Miliar

Permasalahan muncul karena kecemburuan karyawan yang tergabung dalam SP PT PLN dengan gaji anak perusahaan PLN,

Editor: Budi Prasetyo
zoom-in Karyawan Hanya Ingin PLN Bayar Rp 48 Miliar
PLN Logo 

Karyawan Hanya Ingin PLN Bayar Rp 48 Miliar

TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Sejak pemberitaan mengenai dilelangnya lima aset PT PLN Distribusi Jateng-DIY mencuat, ponsel pembina DPD Serikat Pekerja PT PLN Jateng-DIY, Sulthon Afandi (56) terus berdering.

Ia dihubungi anggota serikat pekerja yang masih aktif bekerja di PLN. Mereka mengungkapkan keresahan padanya. "Banyak yang resah dan bilang ke saya soal itu. Saya bilang jangan terpengaruh pada situasi manajemen," katanya saat mendatangi kantor Tribun Jateng, Sabtu (22/2/2014).

Ia menjelaskan, sebenarnya serikat pekerja hanya ingin hak-hak karyawan yang menggugat yaitu penyesuaian gaji setara gaji anak perusahaan PLN (Indonesia Power) dipenuhi. Sesuai putusan kasasi Mahkamah Agung, ia meminta PT PLN area Jateng-DIY membayar kewajiban sebesar Rp 48.650.025.008 seperti tuntutan pekerja.

Sulthon awalnya berharap kasus ini tidak sampai pelelangan aset. Namun, pihak PLN sama sekali tidak menggubris putusan MA itu. “Jika direksi PT PLN serta jajaran manajemen memenuhi hak para pekerja maka hal ini tidak akan terjadi,” tandasnya.

Seperti diberitakan Tribun Jateng, General Manager PT PLN Distribusi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, Djoko R Abumanan dan jajarannya takut aliran listrik di Jateng dan DIY padam sewaktu-waktu, menyusul keputusan Pengadilan Hubungan Industrial Semarang menyita dan segera melelang kantor PLN di Jalan Teuku Umar Nomor 45, Semarang.

Djoko menjelaskan PLN sedang memikirkan nasib puluhan ribu pelanggan listrik yang terancam karena kantor yang disita tersebut merupakan tempat utama pelayanan, pemantauan, serta pendistribusian listrik kepada pelanggan.

Berita Rekomendasi

Aset PLN lain yang disita itu adalah Kantor PLN Area Semarang Jalan Pemuda Nomor 229 Semarang, Kantor PLN Area Kudus Jalan AKBP Agil Kusumadya Kabupaten Kudus, dan Gudang PLN Demak Jalan Sultan Fatah Nomor 15 Demak.

Sementara itu, menurut Sulthon, sebelum pengumuman lelang Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Semarang sudah memberikan surat teguran. Paling tidak, surat teguran sudah dikirimkan tiga kali ke Dirut PT PLN dalam kurun 2012 hingga 2013. “Waktu dua tahun itu sebenarnya cukup untuk membayar tuntutan,” tandas Sulthon.

Tetapi, hal itu tidak ditanggapi sama sekali oleh pihak PT PLN. Sulthon mengaku memiliki dua salinan surat teguran dari PHI Semarang yang meminta bantuan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam dua waktu, November 2012 dan Mei 2013. Setelah surat teguran pengadilan mengirim surat peringatan yang menyebut aset PLN sedang dalam pengawasan. "Nyatanya, hingga kini dibiarkan saja. Dan kenapa baru bereaksi sekarang?" ucap Sulthon.

Presiden Konfederasi Serikat Nasional (KSN), Ahmad Daryoko (60) pun mendampingi Sulthon bercerita tentang masalah antara direksi melawan serikat pekerja pada 2009. Ia menjelaskan awal mula permasalahan itu sekitar 2007. Ketika itu, ia menjabat ketua DPD SP PT PLN area Jateng-DIY periode 2007-2011. Saat itu situasi memanas karena PLN tidak kunjung melaksanakan kesepakatan, yakni mensetarakan gaji pokok karyawan perseroan dengan gaji anak perusahaan PLN. Sebelumnya PLN sepakat memenuhi tuntutan karyawan paling lambat 2006.

Permasalahan muncul karena kecemburuan karyawan yang tergabung dalam SP PT PLN dengan gaji anak perusahaan PLN, yang kala itu paling terkenal Indonesia Power. Gaji karyawan Indonesia Power lebih besar daripada gaji pegawai di induk perusahaan. "Karena itulah kami menggugat, masak gaji anak perusahaan lebih besar. Seharusnya paling tidak sama," papar Ahmad.

Ketika itu, atas kesepakatan para pekerja mereka mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Semarang dengan register Nomor 63/G/2009/PHI.Smg tanggal 12 Maret 2009 hingga muncul putusan kasasi MA terhadap tuntutan itu.

Keputusan MA itu digedok pada tahun 2010, namun hingga beberapa tahun tidak ada salinan putusan. Karena itu, pada 2012, karyawan berdemonstrasi agar MA mengetik salinan putusan MA. Akhirnya, setelah dua tahun, Ahmad Daryoko cs menerima salinan putusan MA.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas