Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengungsi Rokatenda Buang Air Besar di Kebun dan Kantong Plastik

Sebanyak 251 KK pengungsi korban erupsi Gunung Rokatenda Nusa Tenggara Timur (NTT), rentan terkena beragam penyakit.

zoom-in Pengungsi Rokatenda Buang Air Besar di Kebun dan Kantong Plastik
PMI
Relawan PMI memberikan selimut bagi bayi di pengungsian di Maumere, NTT. 

TRIBUNNEWS.COM, MAUMERE - Sebanyak 251 kepala keluarga (KK) pengungsi korban erupsi Gunung Rokatenda Nusa Tenggara Timur (NTT), rentan terkena beragam penyakit.

Paslnya, ratusan pengungsi yang saat ini tinggal di Kelurahan Hewuli, Kecamatan Alok Barat, Kabupaten Sikka, itu terpaksa buang air besar di kebun, bahkan di kantong plastik atau biasa disebut "kresek".

Kondisi ini terjadi karena mereka tidak memiliki fasilitas mandi, cuci, dan kakus (MCK).

Koordinator Pengungsi Hewuli  Bronvile Wero mengatakan, setelah direlokasi ke tempat aman, sebanyak 251 KK pengungsi sudah membangun rumah di Hewuli.

Namun, tempat tersebut tidak dilengkapi dengan fasilitas MCK karena lahan yang seluas 120 meter persegi sangat terbatas untuk membangun rumah.

"Warga pengungsi terpaksa buang air besar (BAB) di kebun milik penduduk asli Hewuli. Memang baru-baru ini ada bantuan 10 septic tank, tetapi itu terbatas sekali, sementara untuk MCK tidak ada. Warga pun terpaksa BAB, mandi, dan cuci di rumah penduduk setempat," ungkap Bronvile, Jumat (28/2/2014).

"Warga juga BAB di sebuah kandang ayam milik salah satu warga. Kalau malam, mereka BAB langsung di kebun, sedangkan siang harinya mereka BAB di kantong kresek, lalu dibuang ke kebun penduduk," sambungnya.

Berita Rekomendasi

Sementara itu, untuk mencuci dan mandi, semua warga menyerbu sebuah sumur tua yang letaknya tak jauh dari permukiman pengungsi. Sumur itu pun tidak layak untuk digunakan.

Selain itu, lanjut Bronvile, warga juga kesulitan mendapat bahan makanan. Bantuan dari pemerintah berupa beras disalurkan dua bulan sekali, sebanyak 5 kilogram.

"Bantuan beras itu paling lama bertahan 10 hari saja, dan selanjutnya warga berusaha sendiri mencari makanan," kata Bronvile.

Bronvile pun berharap adanya bantuan dari pemerintah setempat dengan menyediakan lahan pertanian bagi warga untuk diolah sehingga warga tidak lagi mengalami kesulitan makanan.

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas