Relawan Dahlan Iskan Sambangi Pengungsi Sinabung
Sebanyak 15.950 jiwa dari 5.003 Kepala Keluarga korban erupsi Gunung Sinabung masih bertahan di 33 posko
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, KABANJAHE - Sebanyak 15.950 jiwa dari 5.003 Kepala Keluarga korban erupsi Gunung Sinabung masih bertahan di 33 posko pengungsian di sekitar Kota Kabanjahe, Karo, Sumatera Utara.
Pengungsi berasal dari beberapa desa di empat kecamatan radius 5 km dari Gunung Sinabung. Mereka pasrah seraya menanti petunjuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) apakah diizinkan kembali ke desanya atau direlokasi.
Sementara itu, Staf Pemerintah Kabupaten Karo, Mulia Barus, mengatakan Sinabung masih akan erupsi walau dampaknya tak sedahsyat sebelumnya. Sementara getaran gempa (tremor) masih sangat terasa hingga radius 5 km dari Gunung.
Di posko pengungsian juga masih tampak persediaan logistik bantuan relawan yang masih terus mengalir dari berbagai kalangan. Diantaranya, bantuan obat-obatan dari Kimia Farma yang diserahkan oleh Relawan Dahlan Iskan dari Jakarta dan Medan. Penyerahan bantuan tersebut dipimpin oleh Rina Ginting, Sahat Silalahi, serta alumni Yayasan Soposurung, Libianko Sianturi.
"Kami ingin melihat kondisi mereka secara langsung, mendengarkan keluhan dan perasaan mereka, dan akan menyampaikannya kepada pimpinan kami untuk sedapatnya meringankan beban mereka," ujar Rina.
Bantuan obat-obatan yang terdiri dari antibiotik, obat flu dan batuk, serta obat ringan lainnya, diberikan langsung ke tiga posko yang menampung pengungsi terbanyak, yaitu di kampus UKA 1 (990 jiwa), GBKP Kota (1.107 jiwa), serta di Paroki Kabanjahe (1.030 jiwa). Koordinator posko pengungsi, Dian Girsang dari GBKP mengatakan bahwa saat ini pengungsi masih memerlukan air mineral, susu untuk lansia, serta sayur segar.
"Kalau datang ke sini lagi tolong bawakan ikat pinggang anak sekolah, sepatu anak SMP dan SMA," jelasnya.
Fr John Paul Tri Siboro, relawan dari Paroki menambahkan pengungsi memerlukan tambahan relawan yang khusus untuk mengisi kegiatan anak-anak agar mereka tidak keluyuran jajan dan minta uang kepada orang tuanya.
"Kasihan kan orang tua mereka tidak memiliki penghasilan saat ini," imbuhnya.
Para pengungsi masih melakukan kegiatan rutin seperti biasanya, termasuk kegiatan belajar mengajar anak-anak SD, SMP, dan SMA. Mereka juga mendapat beasiswa dari BNPB yang sudah turun dan tinggal diproses di bank BNI.
Sementara itu, koordinator pengungsi di kampus UKA 1 sekaligus Kepala Desa Simacem, Harta Sitepu mengatakan sebanyak 636 jiwa atau 198 kepala keluarga dari 990 jiwa dinyatakan tidak boleh kembali ke desa mereka di Simacem dan Bekerah yang terletak di radius 3 km dari pusat gempa dan aliran awan panas.
"Kami sudah pasrah dan rela direlokasi tapi sampai saat ini masih belum ada titik terang kapan kami bisa berjuang lagi di tempat yang ditentukan pemerintah," katanya sedih.
Harta Sitepu menambahkan jika ladangnya seluas 4 hektar yang ditanami jeruk, kopi, serta tanaman lainnya mati semua.
"Kalau memang pindah mana realisasinya. Kami sudah tidak berani mendatangi desa kami kembali karena suara gemuruh itu masih sangat terasa," tandasnya.
Harta Sitepu menambahkan sejak bulan September tahun lalu dia bersama warga mengungsi di sini. Pengungsi juga masih menunggu janji pihak pemerintah untuk segera direlokasi yang sampai saat ini belum ada kejelasan.
"Realisasi relokasi memang masih mengalami kesulitan karena pemerintah belum mendapatkan lahan yang pas," jelas Mulia Barus.