Korban Kasus Rekayasa Penjambretan Mengaku Disiksa dan Disetrum
Kedua warga Kuningan, Semarang Utara tersebut mengaku menjadi korban rekayasa kasus penjambretan di Tanah Putih, akhir Oktober 2013 silam.i.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Yayan Isro Roziki
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Kuat Suko Setyono dan Boma Indarto, tak menyangka sebagian episode hidupnya akan dihabiskan di balik jeruji besi penjara. Kedua warga Kuningan, Semarang Utara tersebut mengaku menjadi korban rekayasa kasus penjambretan di Tanah Putih, akhir Oktober 2013 silam, yang menewaskan Rita Sugiarti.
"Sumpah demi Tuhan, demi anak-istri, saya tidak melakukan penjambretan itu," kata Kuat, dari balik ruang tahanan Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Selasa (1/4/2014).
Hari itu, Kuat dan Boma, dijadwalkan menjalani sidang yang mengagendakan pembacaan pledoi (pembelaan), setelah sebelumnya jaksa menuntut mereka pidana penjara selama 18 tahun penjara. Jaksa menilai mereka terbukti melanggar Pasal 365 ayat 4 KUHP.
Kuat menceritakan, sekitar pukul 16.00 sore tanggal 28 Oktober 2013, saat sedang nongkrong bersama teman-temannya, dia ditangkap oleh beberapa polisi dari Polsek Gajah Mungkur. Selanjutnya, ia dimasukkan ke dalam sebuah mobil, dan kemudian kedua matanya ditutup.
"Mulai di dalam mobil, saya sudah mulai dipukul. Selanjutnya, sesampainya di ruangan Polsek, saya terus disiksa, mulai dicambuk, dipukul, dan juga disetrum. Saya disuruh mengaku sebagai kasus penjambretan di Tanah Putih," ujar Kuat.
Lantaran tidak tahan disiksa, Kuat akhirnya mengakui perbuatan, yang menurutnya, tidak pernah dilakukan. Selanjutnya, dia disiksa untuk mencatut nama temannya saat beraksi.
"Karena teman dekat saya Boma, maka yang terlintas adalah namanya," lanjut Kuat.
Boma mengaku dijemput paksa oleh petugas saat sedang tidur di rumahnya, 29 Oktober 2013, sekitar pukul 04.00 dini hari. Sama halnya saat meringkus Kuat, petugas juga tidak menunjukkan surat perintah penangkapan, kepada keluarga Boma.
"Saya ditangkap begitu saja, tidak ada suratnya," kata Boma, sembari menahan tangis.
Saat proses pembuatan berita acara pemeriksaan (BAP) keduanya, mengaku diarahkan penyidik. Bahkan, ia tak sempat membaca secara teliti isi dari BAP terhadapnya.
"Disuruh baca cepat-cepat, dan dipaksa tanda tangan," ujar Boma, yang dibenarkan oleh Kuat.
Keduanya berkali-kali meyakinkan, bahwa mereka sama sekali tak terlibat kasus tersebut. Oleh karena itu, mereka merasa tak gentar untuk membuka kebenaran kasus ini.
"Saya sudah pasrah, tidak lagi takut, karena saya sama sekali tidak bersalah. Saya berjuang di jalan kebenaran," ucap Kuat.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.