Kisah Orang Baduy yang Tak Mau Dipotret
Suku Baduy Dalam, yang hidup mengisolasi diri di pedalaman Provinsi Banten, tampaknya tidak mau tercemar oleh satu pun nilai-nilai modernitas.
Laporan Richard Susilo, Koresponden Tribunnews.com di Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Suku Baduy Dalam, yang hidup mengisolasi diri di pedalaman Provinsi Banten, tampaknya tidak mau tercemar oleh satu pun nilai-nilai modernitas.
Bahkan, sekolah pun dilarang didirikan di sana. Orang-orang luar juga dialrang memotret mereka.
Termasuk fotografer profesional senior Indonesia, Don Hasman (74), yang memiliki pengalaman seperti itu.
"Saya dianggap melakukan pelanggaran karena memotret di dalam lingkungan suku Baduy Dalam. Namun, masalahnya sudah diselesaikan bersama, karena telah dilakukan upacara Rurubah bersama para pimpinan suku Baduy Dalam minggu lalu, Sabtu 10 Mei 2014," papar Don, khusus kepada Tribunnews.com di Jepang, Kamis (15/5/2014).
Sesuai adat Baduy Dalam, apabila terjadi pelanggaran, harus dibuatkan upacara untuk menetralisasi dan menghapus pelanggaran.
Dilakukanlah upacara Rurubah, dengan menyiapkan satu lembar tikar, kain putih katun, kemenyan satu kati, uang logam perak lama zaman Belanda senilai 2,5 Gulden, sirih pinang berikut bokornya, dan keris.
"Jumlah semuanya kalau dihitung-hitung mungkin sekitar satu juta rupiah. Tapi bukan nilai uang yang jadi perhatian utama adalah kecukupan perangkat tersebut."
Oleh pimpinan adat Baduy Dalam, Don dianggap melakukan pelannggaran adat karena memotret lingkungan suku Baduy Dalam.
"Tetapi, setelah penyelesaian tersebut, gambar foto yang dibuat Don akhirnya boleh dipamerkan, termasuk oleh Kementerian Pariwisata Indonesia yang menjadikan poster foto saya sebagai sampul buku untuk pameran Baduy di Jepang ini," tandasnya.