Lima Petani Kalbar Dianiaya dan Ditangkap Polisi karena Perjuangkan Tanah Adat
Dua pamong dan tiga warga Desa Batu Daya, Kecamatan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang, diduga menjadi korban kesewenang-wenangan aparat Polda Kalimantan
Laporan Wartawan Tribunnews.com Reza Gunadha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua pamong dan tiga warga Desa Batu Daya, Kecamatan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang, diduga menjadi korban kesewenang-wenangan aparat Polda Kalimantan Barat.
Mereka ditangkap dan diperlakukan secara brutal oleh polisi, brimob, dan petugas PT Swadaya Mukti Prakarsa (SMP).
Kelima korban ialah Kepala Desa Batu Daya Bethlyawan, Ketua Badan Pemusyaratan Desa (BPD) Yohanes Singkul, Antoniyus Sintu, Anyun, dan Jorben Marinel.
Sekretaris Jenderal Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Rahmat Ajiguna mengatakan, peristiwa tersebut merupakan imbas dari aksi protes warga desa terhadap PT SMP yang dianggap merampas tanah adat.
"Penangkapan disertai aksi pemukulan itu terjadi pada Senin (5/5/2014). Mereka ditangkap tanpa surat penangkapan. Selain itu, mereka juga dipukuli," tutur Rahmat Ajiguna, dalam siaran persnya kepada Redaksi Tribunnews.com, Rabu (28/5/2014).
Bahkan, kata dia, polisi juga menodongkan senjata api laras panjang untuk meneror istri maupun keluarga korban yang mencoba memprotes aksi brutal tersebut.
"Itu terjadi saat petugas gabungan itu menangkap Kades Bethlyawan. Leni marliyana, istri kades, menanyakan maksud kedatangan polisi. Tapi, polisi justru mengarahkan senapan ke kepala Ibu Leni," bebernya.
Hal yang sama, sambung Rahmat, juga terjadi saat rombongan aparat itu menangkap Ketua BPD Yohanes Singkul. Polisi, sempat menodongkan senapannya ke kepala Jidin (25), buruh bangunan yang bekerja di rumah Yohanes.
Setelah mengubrak-abrik rumah, polisi akhirnya menemukan Yohanes berada dalam kamar mandi. Dalam toilet, leher Yohanes dicekik serta kepala dan kaki kirinya juga dipukul.
"Polisi lantas menyeret Pak Yohanes keluar. Melihat hal itu, istrinya, Ibu Dandang, protes karena sang suami ditangkap dan dipukuli seperti binatang," jelasnya.
Rahmat mengungkapkan, Selasa (6/5/2014), polisi baru meminta kelima warga warga Desa Batu itu meneken surat perintah penangkapan tertanggal 5 Mei 2014.
Pada hari yang sama, tiga dari kelima korban dibebaskan.Tiga korban yang dibebaskan itu ialah Antoniyus Sintu, Bethlyawan, dan Jorben Marinel.
Sedangkan dua orang lainnya, hingga Rabu (28/5) hari ini masih berada dalam sel tahanan Polda Kalbar.
"Karenanya, kami menuntut Kapolri segera mencopot Kapolda Kalbar, membebaskan kedua warga yang masih ditahan, dan hentikan kriminalisasi terhadap warga yang memperjuangkan hak mereka atas tanah adat," tandasnya.
Hingga berita ini diunggah, Kapolda Kalbar Brigjen Arief Sulistyanto dan manajemen PT SMP belum bisa dimintakan konfirmasi.