Jalani Konsep Ajeg Bali
Berbicara mengenai Ajeg Bali adalah kemandirian, hanya dengan kemandirian kita bisa membantu teman-teman lainnya yang belum mandiri
TRIBUNNEWS.COM,GIANYAR - Sebuah konsep mengenai Ajeg Bali, dipandang oleh Ida Ketut Suryawan adalah hal yang sangat penting.
Mengingat, dengan hal tersebut bisa menampung semua kerajinan yang dihasilkan dari pengerajin Bali.
Yang selanjutnya, hasil karya mereka bisa dipasarkan untuk mendapatkan keuntungan. Dan akhirnya digunakan untuk membeli hasil kerajianan masyarakat lainnya.
Pemilik Bagus Arts di Banjar Tebuana Sukawati Gianyar ini, menempatkan idealismenya dengan berjualan jenis kerajinan tangan.
Baginya dengan posisi sekarang yang memiliki artshop sederhana, pria penggemar masakan vegetarian ini bisa mengamalkan mantra suci yang paling sering terlontar saat ini, “Ajeg Bali”.
“Berbicara mengenai Ajeg Bali adalah kemandirian, hanya dengan kemandirian kita bisa membantu teman-teman lainnya yang belum mandiri,” ujarnya saat di jumpai Tribun Bali, Rabu (28/5).
Dalam sebuah artshop yang berukuran kurang lebih 4x3 meter tersebut, dirinya memajang berbagai kerajinan tangan khas Bali.
Seperti berbagai jenis alat musik tradisional rindik dengan berbagai ukuran.
Selain itu, ada beberapa kerajianan lainnya seperti Pinekan, topeng, topi petani atau biasa disebut capil dan lukisan.
Semua barang kerajinan tersebut, dijamin asli buatan tangan-tangan orang Bali.
Ia menjual barang dari warga sekitar artshopnya, namun ada juga beberapa barang yang diambilnya dari luar. Barang-barang tersebut nantinya akan dijualnya kepada tamu domestik maupun macanegara.
“Apa yang saya jual adalah untuk mewujudkan Ajeg Bali. Beginilah cara saya memparaktekan teori tersebut,” ungkap pria asli Griya Jelantik Culik Karangasem ini.
Dari beberapa barang kerajinan yang dijualnya, satu diantara yang paling laris adalah rindik.
Hal ini dikarenakan keluarganya adalah pencinta rindik.
Bahkan ia mengaku anaknya yang belum genap berusia 10 tahun sudah pandai memainkan alat musik yang terbuat dari bamboo tersebut.
Untuk rindik ukuran orang dewasa, yang kayunya sudah diukir dan diprada, Ia bisa menjual dengan harga Rp 3,5 juta. Sementara untuk ukuran yang paling kecil, biasanya diapakai anak-nak bermain harganya berkisar Rp 35 ribu sampai Rp 50 ribu.
“Tetap rindik sebagai benda yang dicari walaupun dalam jumlah yang tidak besar, dalam satu hari hanya satu atau dua saja terjual,"jelasnya.
Untuk pedagang artshop di Sukawati, tentunya hari raya adalah moment yang berfaedah bagi mereka. Pada saat Galungan dan menjelang Kuningan, Ia mengaku mengalami peningkatan omzet.
Hal ini dinilainya wajar, karena uforia hari raya erat kaitannya dengan mengibur diri.
“Lumayan ramai, namanya juga perayaan. Untuk kedepan, sesuai dengan jiwa saya, saya akan berkosentrasi terhadap produksi yang dihasilkan masyarakat Bali,” kata dia.
“Saya memulai Ajeg Bali dengan apa yang bisa saya lakukan dulu. Menguatkan diri sendiri, agar bisa membantu orang lain. Cara saya hidup, cara saya berbisnis agar bisa mencerminkan kemandirian,” jelasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.