Wartawan Jumlahnya Ratusan, Warga Dolly Kewalahan Layani Wawancara
“Kalau tidak diatur begini, kami yang kewalahan, karena banyak sekali teman-teman media yang minta wawancara. Padahal, kami juga harus terus melakukan
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Yang pasti, Dolly dan Jarak nantinya akan diubah menjadi kawasan permukiman dan perdagangan.
Tepatnya, Dolly akan dikembalikan sebagai permukiman, sedangkan Jarak dikembangkan menjadi kawasan perdagangan.
Ternyata, rencana penutupan kawasan lokalisasi Dolly dan Jarak cukup menyita perhatian.
Para jurnalis pun membanjiri kompleks yang dianggap terbesar se-Asia Tenggara itu.
Tak hanya dari Surabaya, jurnalis dari ibu kota hingga mancanegara pun ramai berdatangan untuk meliput.
Bagai artis dadakan, warga berulang kali dikerubuti jurnalis. Mereka sampai kewalahan melayani.
Maklum ada ratusan jurnalis dan kameramen yang datang silih berganti.
Lantaran kewalahan, warga kemudian menyiasati dengan membuat jadwal konferensi pers. Sehari ada tiga kali kesempatan konferensi pers untuk para awak media.
Jadwal dadakan itu ditulis dengan memanfaatkan lembar kertas kardus bekas kemasan air mineral, lalu ditempel di batang pohon di halaman posko.
Inilah posko yang menjadi pusat koordinasi dan aksi warga penolak penutupan lokalisasi.
“Kalau tidak diatur begini, kami yang kewalahan, karena banyak sekali teman-teman media yang minta wawancara. Padahal, kami juga harus terus melakukan rapat koordinasi,” ujar Saputra alias Pokemon, Koordinator Komunitas Pemuda Independen (KOPI), Selasa (17/6/2014).
Bersama sejumlah elemen lain seperti Front Pekerja Lokalisasi (FPL), Paguyuban Pekerja Lokalisasi (PPL), dan Paguyuban Pedagang Keliling Lokalisasi, KOPI terus menolak rencana Pemkot Surabaya menutup Dolly.
“Kalau konferensi pers begini, informasinya cukup satu pintu, supaya tidak simpang siur. Silakan media menanyakan berbagai hal dalam konferensi pers,” tambah Saputra.
Bagi warga Dolly, utamanya para penentang penutupan, acara deklarasi penutupan lokalisasi benar-benar membuat suasana lokalisasi terasa mendidih, sekalipun deklarasi itu tidak dipusatkan di luar lokalisasi, tepatnya di Islamic Centre.
Pasalnya, sejumlah pihak, terutama pemilik wisma merasa belum pernah diajak bicara.
“Cuma ada satu pemilik yang bersedia menutup wisma,” ujar Andre, anggota Paguyuban Pekerja Lokalisasi (PPL) Dolly, Senin (16/6/2014).
Yang dimaksudkan Andre adalah pemilik wisma Barbara yang tersohor di Dolly.
Menurut Andre, pemilik wisma itu telah menyatakan kesiapan untuk tak lagi beroperasi setelah 18 Juni 2014.
“Kabarnya sudah negosiasi sama Pemkot dan sudah pindah usaha ke tempat lain. Tapi, saya tidak tahu dapat uang pengganti berapa,” lanjutnya. (ben)