SP3 Kasus Pidana Pemilu di Kutai Timur Bakal Dipraperadilankan
Pihak Polres Kutai Timur telah menerbitkan SP3 tiga tersangka yang diduga menyuap penyelenggara pemilu
Editor: Budi Prasetyo
Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Kholish Chered
TRIBUNNEWS.COM. SANGATTA, - Pihak Polres Kutai Timur telah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) tiga tersangka yang diduga menyuap penyelenggara pemilu di Kabupatenn Kutai Timur, yaitu KB, NAS, dan SUP beberapa hari lalu.
Terkait hal tersebut, kuasa hukum terpidana kasus pidana pemilu (Hasbullah), Arshanty Handayani, SH, memastikan pihaknya akan mempra-peradilankan penerbitan SP3 tersebut.
"Kami memastikan akan mempraperadilankan penerbitkan SP3 tersebut. Bukan hanya karena saya menjadi kuasa hukum Pak Hasbullah, namun juga untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat," kata Arshanty, Jumat (1/8/2014).
Hingga saat ini pihaknya masih mempersiapkan berkas yang diperlukan untuk memasukkan gugatan pra-peradilan di Pengadilan Negeri Sangatta.
"Saya belum bisa sampaikan substansi gugatan tersebut saat ini. Juga dalam posisi apa gugatan disampaikan nantinya. Yang jelas kami akan gugat," katanya.
Ketiga tersangka itu sebelumnya tak kunjung diproses karena mangkir dari panggilan pemeriksaan, hingga lewat tenggat waktu penanganan perkara. Timbul perdebataan tentang status kasus, apakah sudah kadaluarsa atau tidak.
Pada sisi lain, tiga tersangka lain yang kooperatif memenuhi panggilan pemeriksaan justru dihukum. Ketiga mantan caleg tersebut, Ikhwan Syarif, Hamran, dan Abdul Latif, telah menjalani masa hukumannya.
Tribun mengkonfirmasi hal ini pada Kapolres Kutim, AKBP Edgar Diponegoro. Kapolres membenarkan SP3 tersebut memang sudah diterbitkan.
Kasat Reskrim Polres Kutim, AKP Danang Setya Pambudi, Jumat (1/8/2014), membenarkan SP3 tiga tersangka kasus pidana pemilu memang sudah diterbitkan Polres Kutim. "Saya lupa tanggal berapa," katanya saat dikonfirmasi tanggal penerbitannya.
Danang mengatakan pertimbangan penerbitan SP3 itu adalah dari sisi kadaluarsa penanganan perkara. "Memang itu pertimbangannya. Tidak ada pertimbangan lain. Kami juga sudah meminta keterangan ahli dan membahasnya di gakumdu," katanya.
Pada wawancana sebelumnya, awal Juni lalu, Kapolres Kutim, AKBP Edgar Diponegoro, mengatakan pihaknya telah mendapatkan keterangan dari ahli terkait kasus pidana pemilu yang dilakukan oleh tiga orang tersangka yang diduga menyuap penyelenggara pemilu.
Kapolres mengatakan ahli tersebut menilai kasus yang disangkakan kepada ketiga tersangka (berinisial KB, SUP, dan NAS) statusnya cacat formil karena kadaluarsa. "Ahli yang kami minta keterangannya menyatakan status kasus cacat formil karena kadaluarsa," katanya.
Kasus tiga tersangka tersebut dinilai kadaluarsa setelah kasus para tersangka lain yang berkaitan telah melewati fase di gakumdu dan persidangan di PN Sangatta.
Pada sisi lain, salah seorang sumber Tribun mengatakan, Panwaslu sebenarnya berharap kasus tersebut diteruskan ke penuntutan dan peradilan. Namun setelah melalui pembahasan yang intens, tindaklanjutnya diserahkan kembali ke pihak Polres Kutim.
"Dalam forum lalu, polisi mengatakan siap melimpahkan bila jaksa siap memproses. Namun pihak jaksa balik mengatakan hal tersebut diserahkan kepada polisi. Karena jaksa sifatnya menunggu dan menindaklanjuti pelimpahan berkas," kata sumber tersebut.
Ketua DPRD Kabupaten Kutai Timur, Alfian Aswad, juga sempat menyoroti kasus pidana pemilu dengan tiga tersangka tersebut. Kepada Tribun, Alfian mengatakan pihaknya berharap kasus tersebut dapat dilanjutkan ke proses peradilan. Pasalnya, fakta persidangan tersangka-tersangka sebelumnya menunjukkan fakta adanya penyuapan yang berujung perubahan suara caleg.
"Kami tentunya berharap perkara tersebut dituntaskan hingga proses peradilan. Karena sudah ada fakta persidangan yang menunjukkan pelanggaran pidana pemilu yang dilakukan ketiga tersangka," katanya.
Selain itu, peradilan juga diperlukan untuk mewujudkan rasa keadilan dalam masyarakat. "Tiga caleg lain yang kooperatif sudah divonis bersalah dan harus menjalani hukuman. Bagaimana mungkin tiga tersangka yang melarikan diri, justru kasusnya ditutup," katanya.
Hal ini justru menimbulkan preseden buruk. "Adapun terkait pendapat kasus sudah kadaluarsa, sebenarnya perhitungan masa kadaluarsa bisa dihentikan ketika pelanggar pidana sudah mendapatkan informasi tentang status kasusnya," katanya.
Alfian mengatakan, hal ini diatur dalam pasal 80 KUHP. Pasal ini juga pernah digunakan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sangatta dalam menanggapi gugatan pra peradilan dari tersangka Dewi Yanti Layar Kabe dan Suyono.
Selain Alfian, berbagai elemen publik juga menyoroti kasus ini. Mereka menilai, akan muncul preseden buruk, bahwa pelanggar pidana pemilu bisa "melenggang bebas" bilamana mereka melarikan diri hingga berakhirnya masa kadaluarsa klarifikasi di Panwaslu dan penyelidikan di kepolisian. (*)