News Analysis : Memang Harus "ISIS"
Ada pengajian yang dianggap aneh, sudah langsung dituduh bagian dari ISIS. Ada masjid yang dilihat tidak wajar, sudah dicap ISIS.
Sangat laten dan bisa mengancam kehidupan berbangsa di Indonesia. Sampai di sini saya pun sepakat.
Atas nama kemanusian, pembunuhan yang dilakukan ISIS juga sangat kejam dan patut ditentang.
Namun, sekali lagi mau kah kita jujur bahwa negara ini juga menjalin hubungan yang mesra dengan banyak negara yang melakukan pembantaian serupa dengan ISIS.
Coba kita renungkan. Ada juga rakyat Afghanistan dan Irak yang mati di tangan serdadu sekutu. Banyak di antara mereka anak-anak dan perempuan.
Kita menentang aksi itu? Apa kemudian kita juga menjauhkan diri dari negara-negara sekutu itu karena kebengisan mereka? Jawabannya tidak.
Inilah yang menurut saya standar ganda dan ketidakadilan hadir di sana. Dan inilah yang kemudian memupuk subur embrio radikalisme.
Ketika embrio itu terus muncul, maka ini menjadi bukti kita gagal mensemestakan deradikalisasi di kalangan mujahid.
Kita hanya ahli dalam merepresi, namun gagap dalam persuasi. Bukankah mencegah itu lebih baik dari mengobati?
Ingat, faham radikalisme tidak akan luntur ketika Densus 88 menembak mati terduga teroris. Tindakan itu malah membuat mujahid lain semakin bersemangat.
Harusnya, BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) mengambil peran sebagai pencegah, bukan malah ikut-ikutan mengeluarkan pernyataan represif.
Pada akhirnya kita memang harus adil atas nama kemanusiaan kita. Islam itu memang harus ISIS dalam bahasa Jawa yang berarti ‘adem’.