Abdul Ghoni Napi Bom Bali, Kini Tekuni Kaligrafi di Kedungpane Semarang
"Dulu belajar membuat kerajian kaligrafi dari nol. Kan berkelompok, belajarnya langsung praktik sama teman-teman lain, saling melengkapi," kata
"Lembaran kuningan kami dapat dari luar, kalau ada kerabat atau teman yang besuk, kami minta dibawakan dari Solo," ucapnya.
Dalam satu bulan, ia dan teman-temannya mampu menjual sekitar tujuh kaligrafi.
Hasil karya mereka bisa didapatkan di toko souvenir yang terletak di lingkungan Lapas.
Kini, lanjut Abdul Ghoni, ia coba belajar menekuni kaligrafi di media dinding. Menggunakan cat akrilik.
"Itu di masjid Lapas, kami yang membuat kaligrafinya," kata Amir Mahmud, napi teroris lain, dengan kasus berbeda, asal Kudus.
Sampai saat ini, Abdul Ghoni, masih berharap ada perubahan undang-undang. Sehingga, suatu saat, ia bisa menghirup udara bebas. "Di dalam (lapas) kami mulai kembali bermasyarakat, kami ingin berbuat yang berguna dan bermanfaat untuk orang lain," ucap dia.
Disinggung mengenai paham ISIS yang saat ini ramai diperbincangkan, Abdul Ghoni, enggan berkomentar lebih jauh.
Ia mengaku tidak terlalu mengikuti perkembangannya.
"Kami tidak mendukung, kami juga tak mengikuti perkembangannya, kami konsentrasi bermasyarakat di sini," tandas dia.
Serupa diungkapkan Arbain, napi teroris, yang tersangkut kasus bom di Makassar.
"Kelak, kalau keluar saya ingin menekuni usaha ini. Kami ingin kembali diterima di tengah-tengah masyarakat," ujar pria, yang diganjar hukuman lima tahun penjara ini.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.