Helm Anti-Kantuk Rancangan Mahasiswa Ubaya Raih Medali Emas di Malaysia
Dua mahasiswa Fakultas Teknik, Universitas Surabaya (Ubaya), Kristiawan Manik dan Ricky Nathaniel Joevan menciptakan helm antikantuk.
Editor: Sugiyarto
Untuk mewujudkan idenya ini, Kristiawan dan Ricky lebih dulu mencari referensinya. Mereka membutuhkan waktu sekitar satu tahun untuk membuat alatnya sempurna.
Setelah mendapat apresiasi positif dari dosennya, Androsys ini diikutkan dalam program kreativitas mahasiswa (PKM). Mereka berhasil mendapat dana Rp 9,5 juta dari dirjen dikti untuk mengembangkan alatnya.
Sayangnya, alat inovatif ini tidak lolos di pekan ilmiah mahasiswa (Pimnas) 2014. Tetapi mereka tidak patah arang. Mereka ikutkan alat itu dalam ajang Internatuonal Invention Inovation and Design di Universiti Teknologi Mara Segamat, Johor, Malaysia 20 Agustus 2014 lalu.
Tanpa diduga Androsys meraih medali emas untuk kategori inovasi mengalahkan 112 peserta dari Amerika, Swedia, Australia dan tuan rumah Malaysia.
”Kami satu-satunya peserta dari luar yang meraih emas. Gak nyangka juga karena inovasi peserta lainnya juga bagus,”aku Ricky sambil tersenyum.
Kemenangan itu tidak membuat mereka puas. Kini mereka tengah mengembangkan helmnya dengan menambahkan alat pengatur denyut nadi yang lebih mudah disetting.
Alat ini berfungsi untuk mengatur standar normal denyut nadi seseorang. Hal itu penting karena setiap orang memiliki kenormalan denyut nadi berbeda-beda.
”Selain itu kami juga sedang membuat agar sensornya bisa diletakkan di pengait helm sehingga ketika dipakai langsung bisa menempel pada leher sehingga langsung bisa mendeteksi denyut nadinya,” katanya.
Tak hanya berinovasi, Ricky adn Kristiawan juga suadh berancang-ancang untuk memasarkan produknya. Hasil perhitungannya produknya ini bisa dijual seharga Rp 500.000 per unit.
Diakui Ricky harga ini cukup terjangkau karena sensor yang digunakan hanya sensor denyut nadi, bukan sensor gelombang otak yang sudah ada di penelitian sebelumnya.
Diakui Ricky, memang sudah ada alat untuk mendeteksi kantuk dengan sensor gekombang otak. Tetapi alat ini sangat mahal karena sensor gelombang otaknya saja seharga Rp 10 juta per unit. ”Alat yang kami ciptakna ini sangat murah dan sanagt praktis,”katanya.
Sunardi Tjandra, dosen pembimbing inovasi ini mengatakan prestasi yang diraih Ricky dan Kristiawan ini jauh melebihi targetnya. Dia berharap helm anti kantuk ini bisa segera dipatenkan.
”Ini akan terus disempurnakan dan semoga ada generasi-generasi baru yang terus berinvensi dan berinovasi,”katanya.
Ralat: Artikel ini telah diralat pada bagian judul. Sebelumnya tertulis ITS