Wabup Bandung Tolak Kenaikan Harga BBM
Wakil Bupati Bandung, Deden Rumaji, mengaku heran kuota bahan bakar minyak bersubsidi yang dilakukan Pertamina
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, SOREANG - Wakil Bupati Bandung, Deden Rumaji, mengaku heran kuota bahan bakar minyak bersubsidi yang dilakukan Pertamina, beberapa hari terakhir. Deden menilai alasan kuota BBM ini lebih bersifat politis. Karena itu, ia meminta warga jangan terlalu khawatir.
"Dari awal, pemerintah itu sudah tetapkan subsidi BBM itu dalam APBN. Tapi kenapa bisa habis? Kenapa BBM subsidi bisa habis segala? Kami menolak jika terjadi kenaikan BBM," ujar Deden di Kantor Dinas Bina Marga, Rabu (27/8/2014).
Deden berharap, masyarakat tidak dijadikan korban atas pembatasan BBM ini. "Jangan-jangan masyarakat dijadikan sandiwara politik. Harus perhatikan kondisi masyarakat," katanya.
Pembatasan BBM, lanjut Deden, akan berujung kepada kenaikan harga. Dampaknya bisa menyeluruh hingga kenaikan harga yang lainnya. Deden berharap tidak ada kebijakan kenaikan harga yang bisa menyulitkan masyarakat.
"Di setiap pom bensin pasti ramai dengan antrean kendaraan. Kalau seperti ini terus kasihan masyarakat. Lebih baik kurangi subsidi yang lain," ujarnya.
Deden mengaku telah menyampaikan permasalahan tersebut kepada Bupati Bandung, Dadang Naser. Nantinya akan ada koordinasi dengan sejumlah Muspida untuk mengambil langkah antisipasi.
"Saya imbau kepada warga untuk mengurangi dulu penggunaan BBM. Kalau sudah ada keputusan pasti baru kembali ke kebutuhan normal," kata Deden.
Jika harga BBM naik jelas akan berdampak kepada daya beli masyarakat. Pemerintah pusat diharapkan lebih arif dalam membuat keputusan.
"Lemahnya pemerintah daerah tidak bisa mengintervensi permasalahan seperti ini. Kita hanya bisa menunggu keputusan dari pusat," ujarnya.
Adanya efek domino akibat pembatasan BBM juga dilontarkan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV, Dian Ediana Rae, pada acara silaturahmi Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Jawa Barat dan Kamar Dagang Industri (Kadin) di Kantor BI Wilayah IV, Rabu (27/8). Menurutnya, pembatasan BBM ini akan memicu inflasi dan berbagai persoalan lain. Karena itu, ujarnya, subsidi BBM sebaiknya dicabut saja 100 persen, dan dialihkan dananya untuk berbagai proyek yang bisa menopang roda perekonomian seperti infrastruktur, atau program sosial.
"Atau bisa digunakan untuk mensuport industri padat karya yang ke depannya memungkinkan men-drive pertumbuhan ekonomi dan menyerap banyak tenaga kerja," katanya.
Hal serupa juga diungkapkan, Ketua DPD Hipmi Jabar, Yedi Karyadi. Ia menilai subsidi BBM ini perlahan-lahan harus dihilangkan, dan dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur serta transportasi massal.
"Dengan menggunakan transportasi massal seperti sudah dilakukan di negara-negara lain, akan mengurangi ketergantungan terhadap BBM," katanya.
Kepala TPID Jabar, Ferry Sofwan Arief, mengatakan meski kebijakan pembatasan BBM bisa berdampak pada inflasi, beberapa hal bisa dilakukan untuk mengendalikannya. Salah satunya dengan operasi pasar murah (OPM) kebutuhan pokok masyarakat (kepokmas). Menurutnya, anggaran Rp 10 miliar untuk OPM baru terserap sekitar Rp 6,7 miliar pada Ramadan lalu. Terdapat sisa sekitar Rp 3,3 miliar bisa dimanfaatkan. (wij/tif)