Ancaman HIV Membayangi Kehidupan Pekerja Tambang Batu Bara di Samarinda
Ancaman virus HIV/AIDS membayangi kehidupan pekerja tambang batu bara di Samarinda
Editor: Budi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM. BALIKPAPAN – Ancaman virus HIV/AIDS membayangi kehidupan pekerja tambang batu bara di Samarinda, Kalimantan Timur. Yayasan Laras Indonesia untuk Samarinda menemukan perilaku pekerja tambang yang gemar mampir ke lokasi pelacuran. Hal itu tentu sangat berisiko.
“Dalam pendampingan kami (pada pekerja seks), mereka katakan pelanggan mereka adalah orang-orang tambang. Biasanya datang setelah gajian,” kata Program Manager Laras Samarinda Ellie Hasan di peluncuran program Laras Balikpapan beberapa waktu lalu.
Operasi tambang batu bara dan usaha pendukungnya merupakan kegiatan dominan di Samarinda. Ibu kota Kaltim ini membuka sekurangnya 71 persen dari luas wilayah daratnya untuk kegiatan pertambangan.
Iming-iming gaji tinggi dan fasilitas memadai mengundang minat banyak tenaga kerja, termasuk dari luar Samarinda. Kehadiran banyak pekerja sedikit banyak berperan pada sulitnya membendung kegiatan prostitusi dan dampak buruk yang muncul dari kegiatan ini.
Pemerintah yang terus berupaya memberantas praktik prostitusi juga sulit menghadapi. Akibatnya, lokalisasi terus bertahan hidup. “Mereka terjangkit HIV, sederhana persoalanannya. Di mana ada tambang, di situ ada lokalisasi. Alasannya hiburan. Mereka ada uang untuk hiburan. Yang resmi saja, seperti Solong, Loa Hui, Bayur, hingga di Km 24 Kutai Kartanegara dan Km 10 Samarinda, tak jauh-jauh dari tambang,” kata PM Laras Balikpapan, Adi Supriadi.
Prostitusi melebar dengan kemunculan kegiatan tambang ilegal yang tidak terpantau pemerintah. Pekerja-pekerja seks di dalamnya juga mangkal di lokasi pelacuran yang sudah ada di tempat lain.
Ellie mencontohkan, sebuah lokasi pelacuran tertutup di lingkar luar pertambangan di Loa Buah. “Tidak terlihat dari jalan besar, terlindung pohon-pohon. Semula dikira gubuk. Setelah masuk, di situ ada kamar-kamar persis lokalisasi. PSK-nya datang pagi pulang sore seperti jam kantor,” kata Ellie.
Suntik Sabu
Risiko besar pekerja tambang tertular HIV Aids tidak hanya soal jajan di pelacuran. Pada banyak kasus ditemukan sejumlah pekerja tambang memakai narkotika golongan I jenis methampetamine alias sabu. Mereka menggunakan itu untuk alasan membantu memacu stamina agar lebih kuat dalam bekerja.
Ellie mengatakan, kasus seperti ini ditemukan pada buruh di pekerjaan yang memerlukan tekanan tinggi dan waktu panjang, seperti: supir-supir tambang dan buruh lapangan. Belakangan muncul fenomena konsumsi sabu dengan menggunakan jarum suntik.
“Dulu orang menggunakan heroin atau putaw. Sekarang karena sulit didapat, mereka menggunakan dengan sabu dengan cara menyuntik. Yang mereka rindukan itu sensasi suntiknya. Virus HIV sangat cepat menular lewat penggunaan jarum suntik,” kata Ellie.
Laras organisasi nirlaba yang menjangkau para penderita HIV/AIDS dan pengguna narkotika dan zat adiktif. Organisasi ini membangun komunikasi dan pendampingan pada penderita, membuka layanan cek dan tes kesehatan, hingga pengobatan medis dan terapi.
Organisasi ini melakoni aksi pertama di Bontang di 2005. Pada 2006, Laras melebarkan pendampingan ke Samarinda. Kini mereka memiliki klinik bagi para pengguna narkotika dan penderita HIV/AIDS.
Belakangan, kegiatan di Bontang dihentikan dan memulai aksi di Balikpapan. Kehadiran Laras di Balikpapan dan Samarinda salah satunya dilatari tingginya kasus pengguna narkotika. Hasil penelitian UI menyebut 3,1 persen penduduk Balikpapan atau sekitar 22.000 orang menggunakan narkotika. Terbanyak di umur 12-25 tahun yakni pelajar dan mahasiswa.
Sementara pengguna di Samarinda mencapai 5 persen atau sekitar 50.000 orang dengan di atas 25 tahun. “Karena itu Laras kemudian masuk ke Balikpapan,” kata Adi.