Paling Susah Menjiwai saat di Padang Arafah
”Setiap menjalani prosesi haji, saya harus mengucap niat untuk orang yang saya badali. Saya juga berusaha terus mengingat wajah dan sosok beliau.
TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Praktik haji badal makin menjadi populer di Jatim. Lebih-lebih dalam musim haji sekarang ini.
Badal dalam bahasa Indonesia berarti pengganti. Maksudnya, pelaksanaan ibadah haji seseorang diserahkan kepada pengganti atau wakil.
Sudah belasan tahun Ustaz Abdul Aziz berkecimpung di dunia haji dan umrah. Mendampingi orang menjadi tamu Allah, sudah terlampau sering dilakukannya.
Namun, menjadi petugas haji badal, adalah pengalaman yang unik sekaligus beban berat dalam hidupnya.
Ustaz Aziz, begitu dia biasa dipanggil, mengaku sudah beberapa kali membadalkan orang
lain.
Meski beberapa kali, dia lebih sering menjadi badal bagi keluarganya sendiri. Awalnya dia mengucap niat badal untuk orang tuanya. Kemudian mertuanya.
Bekerja di sebuah biro haji dan umrah, memang membuat Ustaz Aziz lebih mudah menghajikan keluarga. Dari pengalaman membadalkan keluarga itulah, dia akhirnya memberanikan diri menerima amanah dari orang lain yang tidak sedarah.
Tawaran itu datang tahun lalu. Aziz sebenarnya sempat menolak ketika ada seseorang yang memintanya sebagai petugas badal untuk orang tuanya. Dia mengalihkan tawaran itu kepada temannya.
”Teman saya itu sudah merekom teman. Saya berani mengalihkan kepadanya,” ujar penanggung jawab Haji dan Umroh Cakra Tours tersebut, Senin (8/9).
Namun, rekomendasi itu ditolak mentah-mentah. Orang itu bersikeras meminta Ustaz Aziz-lah yang menjadi petugas badal.
Menurut orang itu, dia sudah telanjur yakin dan percaya dengan Ustaz Aziz. Menurutnya, keyakinan seseorang yang memilih petugas badal itu, menjadi hal yang mutlak.
Melihat kepercayaan orang itu, hati Ustaz Aziz luluh. Dia bersedia menjadi petugas badal bagi orangtua orang itu. Soal tarif, ia tidak mematok. Keduanya bersepakat ongkos disesuaikan dengan kebutuhan selama dia menjalankan amanah badal.
Prinsipnya ikhlas dan amanah.
”Saya awalnya tidak yakin bisa. Namun, karena melihat kengototan itu, saya akhirnya berani menerima amanah. Tentu saja bagi saya menghajikan badal orang lain adalah pengalaman baru dan menjadi beban tersendiri bagi saya pribadi,” ujar pria 38 tahun itu.
Hal tersulit baginya adalah menyatukan niat. Niat badal untuk orang lain, harus disebutkan atas nama orang yang dibadalkan itu. Secara fisik, Ustaz Aziz tidak bermasalah dalam menjalankan prosesi mulai dari rukun sampai wajib haji.
Namun, secara psikis, Ustaz Aziz memiliki tantangan berat.
Dia harus rajin mengingatkan diri sendiri kalau semua prosesi haji yang dilakukannya adalah atas nama orang lain. Begitu juga saat menjalani wukuf di Padang Arafah.
Dia harus melakukan doa dengan memposisikan diri sebagai orang yang dia badalkan.
Ustaz Aziz mengaku harus terus menguatkan niat badal agar tidak salah, meskipun sekadar memikirkan namanya dalam niat.
”Setiap menjalani prosesi haji, saya harus mengucap niat untuk orang yang saya badali. Saya juga berusaha terus mengingat wajah dan sosok beliau. Tentu ini adalah hal yang sulit untuk dilakukan. Menunaikan haji tetapi untuk orang lain, sungguh berat bebannya,” sambungnya.
Berbeda saat dia membadalkan orangtua dan mertuanya. Ustaz Aziz mengenal sosok mereka, baik wajah maupun sifatnya.
Mengenal figur memudahkan dia menjalankan prosesi haji. Nah, sebelum dia menerima amanah badal untuk orang lain, dia mengaku mempelajari dulu riwayat orang itu.
Tahun ini, sebenarnya ada beberapa orang yang meminta bantuan untuk membadalkan keluargamua.
Namun, Ustaz Aziz tidak serta merta mau menerima amanah itu. Dia memberikan amanah itu kepada petugas haji yang tingkat keimanannya bisa dipertanggungjawabkan.
”Tahun ini saya tidak berangkat (menjadi pendamping haji). Saya konsen di Tanah Air. Jadi untuk haji badal yang diamanahkan ke kami, kami mintakan ke petugas di sana. Tentu petugas itu sudah kami kenal naik dan sudah kita ketahui tingkat keamanannya,” kata Ustaz Aziz.
Disinggung apakah mau menerima amanah haji badal lagi, Ustaz Aziz hanya melempar senyum. Secara prinsip, dia tidak akan pernah menawarkan diri.
Dia hanya akan menerima kalau secara fisik dan psikis siap.
”Kalau itu ya Wallahualam,” katanya sembari tersenyum. (miftah faridl)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.