Eksekusi Uang Rp 576 Miliar Berdasarkan Putusan MA
Tim dari Kejagung bersama Kejati Kaltim dan Kejari Sangatta mulai bergerak melakukan eksekusi atas putusan MA
Editor: Budi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM.SAMARINDA, -Tim dari Kejaksaan Agung bersama Kejaksaan Tinggi Kaltim dan Kejari Sangatta mulai bergerak melakukan eksekusi atas putusan Mahkamah Agung RI terkait uang Rp 576 miliar hasil penjualan lima persen saham PT Kaltim Prima Coal (KPC) milik Pemkab Kutai Timur.
Namun uang tersebut tidak akan diserahkan ke kas daerah Pemkab Kutai Timur, melainkan ke kas negara (pemerintah). Uang tersebut sempat disita sebagai barang bukti oleh Kejaksaan Agung ketika mengusut dugaan korupsi dan penyalahgunaan uang hasil penjualan saham KPC milik Pemkab Kutim itu, beberapa tahun lalu.
Asisten Pidana Khusus Kejati Kaltim Risal Nurul Fitri SH, MH mengungkapkan, eksekusi mulai dilakukan setelah pihaknya melakukan koordinasi dengan berbagai pihak, seperti Bank Mandiri dan Kantor Pajak.
"Hari ini kita sudah bisa mulai melaksanakan eksekusi," tegas Risal ditemui usai menggelar rapat koordinasi dengan jajaran Kejari Sangatta, perwakilan Bank Mandiri dan Kantor Pajak di Aula Kantor Kejati Kaltim, Jl Bungtomo Samarinda Seberang, Rabu (24/9).
Menurut Risal, eksekusi yang dilakukan kejaksaan memberikan uang itu ke kas negara (pemerintah pusat), bukan ke kas daerah Pemkab Kutim sesuai amar putusan MA dalam perkara Anung Nugroho.
"Ekseksui tetap kami jalankan (meski ada gugatan dari Pemkab Kutim), kami kan melaksanakan putusan pengadilan, dan yang bisa menggugurkan eksekusi ini juga dengan putusan pengadilan," ungkap Risal.
Risal memastikan, gugatan yang dilakukan Pemkab Kutim ke Pengadilan Negeri Sangatta sama sekali tidak akan menghalangi proses eksekusi. "Sekarang udah ada putusan pengadilan lagi atau belum, kan belum ada. Katanya bupati mengajukan surat penangguhan eksekusi, bupati kan bukan hakim, dan eksekusi yang kami laksanakan itu adalah putusan pengadilan (MA) sesuai ketentuan pasal 270 KUHAP. Kita kan pelaksana UU," beber Risal.
Mengenai gugatan Pemkab Kutim terhadap Kejagung, Kejati dan Kejari Sangatta ke Pengadilan Negeri Sangatta, Risal mengatakan, pihaknya siap melayani gugatan penggugat. "Ya monggo saja kalau dia menggugat kejaksaan, kita tidak merasa melakukan perbuatan melawan hukum kok dan kita udah ada tim yang akan menghadapi gugatan itu," katanya.
Ditanya soal hasil rapat dengan pihak Bank Mandiri dan Perpajakan, Risal menjelaskan, rapat hanya rapat koordinasi sebelum kita mulai melaksanakan eksekusi. Pemkab Kutim kita undang untuk hadir dalam rapat, tetapi mereka tidak mau hadir.
"Bagaimana kita mau selesaikan masalahnya, kalau dalam rapat saja Pemkab Kutim tidak mau hadir," cetus dia.
Lebih lanjut Risal mengatakan, dalam rapat pihaknya sengaja mengundang Bank Mandiri untuk menjelaskan posisi akhir jumlah pokok uang yang disimpan plus bunganya. "Tadi pihak Bank Mandiri sudah sampaikan bahwa totalnya ada sekitar kurang lebih Rp 334 miliar, itu sudah termasuk pokok dan bunganya. Kenapa ada bunga, karena uang itu disimpan dalam bentuk deposito dan giro," jelas Risal.
Selain di Bank Mandiri, ada juga uang yang disimpan terpidana Anung di Bank IFI dalam bentuk bulyet Deposito sekitar 92 miliar lebih. Tapi uang itu tidak bisa dieksekusi, dikarenakan bank tersebut sudah dilikuidasi, jadi yang dipegang kejaksaan saat ini hanya sertifikat tanah saja.
Uang "Berhamburan"
Menurut Risal, uang Rp 576 miliar hasil penjualan 5 persen saham Pemkab Kutim itu terbagi dalam beberapa perkara, termasuk dalam perkara Mujiono. Uang itu berhamburan kemana-mana, ada yang masuk rekening atas nama PT KTE, ada disimpan dalam bentuk deposito dan giro di Bank Mandiri, Bank Perkreditan Rakyat, Bank IFI dan juga direkening terpidana.
"Ada juga dipakai buat beli rumah di Bandung, beli mobil BMW, Honda City, Nissan Extrail dan lainnya. Untuk rumah di Bandung yang sudah kita sita, itu akan segera dilelang, kalau mobil semua sudah dilelang," jelas Risal.
Sisa dari itu, masih ada diperkara Mujiono. Nanti ada juga dalam perkara tersangka yang lain lagi, karena ada beberapa orang tersangka lagi yang perkaranya masih dalam proses penyidikan.
Jadi uang itu kalau sudah kita kumpulkan akan melebihi pokok yang sebesar Rp 576 miliar
Jadi tegas Risal lagi, sebenarnya yang dipersoalkan sekarang adalah hanya uang atas nama PT KTE yang diminta Pemkab Kutim supaya dikembalikan ke kas daerah. "Tapikan di putusan MA mengatakan dirampas untuk negara, jadi eksekusinya ya ke kas negara," beber dia lagi.
Sebenarnya sebut Risal, pihaknya sudah meminta Pemkab Kutim membuat surat ke Menteri Keuangan meminta agar uang tersebut dikembalikan ke kas daerah karena uang itu milik Pemkab Kutim.
Mengenai isi gugatan yang mengatakan bahwa kejaksaan melakukan perbuatan melawan hukum, Risal mengatakan, hukum yang mana yang dilawan. "Di putusan MA tidak disebutkan cq Pemkab Kutim, tapi dirampas untuk negara, makanya kita eksekusinya ke kas negara," tukas dia.
Diberitakan sebelumnya, Pemkab Kutai Timur melalui kuasa hukumnya Hamzah Dahlan SH, resmi menggugat Kejaksaan Agung RI ke Pengadilan Negeri Sangatta atas dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan lembaga adiyaksa itu.
Gugatan terkait tidak dilaksanakan ksekusi atas aset Pemkab Kutim hasil penjualan 5 persen saham KPC itu didaftarkan Hamzah Dahlan pada 18 September lalu di Pengadilan Negeri Sangatta. Rencananya sidang perdana perkara perdata ini akan digelar pada 2 Oktober mendatang.
Dalam gugatan perbuatan melawan hukum itu, Pemkab Kutim menggugat empat tergugat sekaligus, antara lain Kejagung (tergugat 1), Kejagung Bidang Pidana Khusus (tergugat II), Kejaksaan Tinggi Kaltim (tergugat III) dan Kejaksaan Negeri Sangatta (tergugat IV).
Hamzah Dahlan mengatakan, pihaknya mengugat Kejagung atas dugaan perbuatan melawan hukum karena tidak juga melaksanakan eksekusi putusan pengadilan dan fatwa MA yang meminta agar dikembalikannya hak atau aset Pemkab Kutim dari hasil penjualan 5 persen saham KPC senilai USD 63.000.000 setara dengan Rp 576 miliar ke kas daerah.
"Aset senilai Rp 576 miliar itu merupakan hasil penjualan 5 persen saham Pemkab Kutim yang dihibahkan PT Kaltim Prima Coal," ungkap Hamzah
Menurut Hamzah, aset Pemkab Kutim senilai USD 63.000.000 tersebut oleh Anung Nugroho selaku Direktur Utama PT Kutai Timur Energi dan Apidian Tri Wahyudi, Direktur Keuangan PT KTE pernah diambil alih secara melawan hukum atau digelapkan dengan menempatkan aset tersebut ke Bank Mandiri, BNI,Bank Perkreditan Kutim dan 36 bilyet Deposito di Bank IFI.
Ditambahkan Hamzah, sebenarnya pihaknya sudah berulangkali mengajukan permohonan eksekusi putusan MA No 1649 K/Pid. Sus/2012 kepada tergugat I dan ditembuskan kepada tergugat II, III dan IV. "Namun permohonan eksekusi yang kami ajukan tidak mendapat perhatian sesuai kewajiban hukum selaku eksekutor. Bahkan ada indikasi barang bukti aset milik Pemkab Kutim berupa uang Rp 576 miliar akan diserahkan ke pihak lain yang tidak sesuai dengan tujuan pengembalian barang bukti," beber Hamzah.
Atas sikap tergugat itu, tambah Hamzah, telah nyata melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak melaksanakan kewajiban hukumnya selaku eksekutor. Padahal aset Pemkab Kutim senilai Rp 576 miliar itu sudah diprogramkan untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Batubara di Sangatta serta prasaran insfrastruktur lainnya, tandas Hamzah.
Hamzah mengatakan, dengan tidak dilaksanakannya eksekusi putusan MA yang telah berkekuatan hukum tetap itu, maka telah mengakibatkan kerugian yang nyata baik terhadap equipment peralatan mesin-mesin yang dipersiapkan untuk pembangunan pembangkit listrik karena telah terjadi penyusutan terhadap mesin-mesin dan alat-alat elektrik lainnya yang telah dipersiapkan, urainya.