Masyarakat Minta Pemprov NTT Sediakan Air Bersih
Sejumlah tokoh masyarakat Ponu minta pemprov sediakan air bersih
Editor: Budi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM.KEFAMENANU, - Kemarau panjang yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir menyebabkan kekeringan di sebagian besar wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Masyarakat setempat merasakan dampaknya secara langsung hingga kesulitan mendapatkan air. Debit air dari sumber di dekat pemukiman warga menyusut drastis, bahkan sebagian di antaranya kering total.
Kekeringan melanda Kelurahan Ponu, Kecamatan Biboki Anleu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), NTT. Saban hari warga di sana terpaksa mengeluarkan uang untuk membeli air bersih yang dijual oleh tiga unit mobil pengangkut air milik para pengusaha setempat. Air yang sudah dibeli warga itu dipergunakan untuk minum, masak, mencuci hingga mandi.
Musim panas telah mengeringkan sebagian dari 11 blok lahan sawah seluas 380 hektar milik warga di sana. Hanya tiga blok yang masih teraliri air, yakni Blok 1, 6, dan 7, karena berada dekat dengan pintu pembagian irigasi dari Bendungan Lasahat.
Sejumlah tokoh masyarakat Ponu, yakni Joachim Ulu Besin, David Meak, Nikolas Biko, Erens Nipu dan Boik, berharap pemerintah Provinsi NTT memberikan bantuan agar kesulitan air yang mereka hadapi bisa segera teratasi. Mereka mempertanyakan janji Gubernur NTT Frans Lebu Raya saat meninjau panen raya di wilayah itu pada 2012. Menurut warga, waktu itu Gubernur NTT berjanji memperbaiki dan memperluas Bendungan Lasahat pada 2013. Namun, hingga kini janji itu belum terealisasi.
"Kami warga Ponu yang sebagian besarnya adalah pesawah, mohon kepada Bapak Gubernur NTT (Frans Lebu Raya), tolong kasih kami air karena sekarang kami ini setengah mati," kata Joachim kepada Kompas.com, Minggu (5/10/2014).
Ia mengatakan, debit air dari Bendungan Lasahat sudah mulai berkurang. Selain karena musim kemarau, konstruksi bendungan yang dibangun pada 1984 itu juga mulai rusak termakan usia.
Akibat kekurangan air, para petani di sana nyaris saling bacok. Mereka berebut jatah air dari saluran irigasi untuk tiga blok dari 11 blok sawah irigasi. Pembagian air tersebut tidak berjalan lancar sehingga para petani sempat cekcok dan bertengkar berebut air. Situasi panas itu mereda setelah tokoh masyarakat datang dan melerai warga.
"Kemarin itu para petani antara Blok 1 dan Blok 4 mau baku potong (saling bacok) karena berawal dari pembagian jatah air untuk blok 1. Namun, karena Blok 4 airnya belum cukup, maka para petani Blok 4 pun datang ambil dari Blok 1 sehingga mereka bertengkar sampai saling bawa parang," ungkap Joachim.
Menurut Joachim, ketegangan antarpetani itu berlangsung hampir setiap saat karena mereka tidak mau mengalah. Petani merasa resah karena delapan unit blok yang kering menyebabkan sekitar 300 orang petani merugi hingga lebih dari Rp 5 juta per orang.
Untuk mengatasi krisis air dan kerusakan bendungan, warga setempat mengutus sejumlah warga dan petugas penyuluh pertanian untuk bertemu langsung dengan Gubernur NTT di Kupang. Mereka ingin menagih janji sang gubernur.
"Jika bendungan yang akan dibantu oleh gubernur itu direalisasikan, maka petani berencana akan menambah lagi lahan sekitar ratusan hektar lagi dan itu tentunya akan sedikit mengurangi kesulitan kami ini," kata Joachim.
Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi NTT, kekeringan tersebar merata di daratan Timor, Sumba, dan Flores. Terdapat 17 kabupaten di NTT yang mengalami kekeringan tinggi dan krisis air. Kepala BPBD Provinsi NTT Tini Tadeus, Senin (22/9/2014) mengatakan, 17 Kabupaten itu adalah Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU), Malaka, Belu, Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya, Rote Ndao, Sabu Raijua, Alor, Lembata, Flores Timur, Ende, Sikka, dan Nagekeo.