Bagus Kodok Nikahi Peri Bukan karena Alasan Seks
Peri Roro Setyowati datang dalam mimpi
TRIBUNNEWS.COM, NGAWI — Bagus Kodok ibnu Sukodok (63) menegaskan, pernikahannya dengan makhluk halus, Peri Roro Setyowati, bukanlah semata-mata karena seks. Keputusannya menikahi Roro karena ia menyayangi alam semesta dan semua ciptaan Yang Maha Kuasa.
"Selama ini manusia hanya bisa merusak, menghabiskan alam semesta. Manusia ingin menguasai semuanya tanpa memikirkan akibatnya," ujar Bagus Kodok di Ngawi, Rabu (8/10/2014) malam.
"Ini bukan semata persoalan seks atau cinta. Peri Roro Setyowati itu sudah seperti teman, sahabat, kakak, dan sekarang istri. Dia juga ciptaan Tuhan yang mencintai alam semesta," lanjut Kodok.
Pria yang akrab disapa Eko ini menuturkan, lima tahun lalu, Peri Roro Setyowati datang dalam mimpi karena beberapa hari sebelumnya Eko buang air sembarangan di sungai di hutan Ketangga.
"Roro datang dan mengingatkan dengan cara datang lewat mimpi," ucapnya.
Menurut Eko, danyang atau roh leluhur dan peri itu juga merupakan ciptaan Yang Maha Esa. Dalam kebudayaan Jawa, mereka itu ada, tetapi selama ini selalu didiskreditkan sebagai makhluk jahat atau musyrik. Eko mengatakan, mereka berbeda dengan jin.
"Persoalan meminta kekayaan atau apa, itu faktor serakah manusianya yang ingin mengejar serba lebih dan lebih," ujarnya.
Jika manusia membuka mata, kata Eko, mereka juga mencintai alam ini. Hanya, caranya berbeda; bisa menegur lewat mimpi atau mendiami sebuah pohon agar manusia tidak seenaknya menebang karena bisa menyebabkan sumber-sumber air mengering. Padahal, air adalah kebutuhan utama dalam hidup manusia.
Happening art
Pernikahan antara Bagus Kodok ibnu Sukodok dan peri Roro Setyowati digelar di rumah tua milik seniman Bramantyo Prijosusilo di Desa Sekaralas, Kecamatan Widodaren, Ngawi. Bramantyo menjelaskan, perkawinan antara Kodok dan Peri Roro Setyowati dikemas dalam bingkai seni, yakni "seni kejadian", yang dikolaborasikan dengan tradisi Jawa.
"Ini seni kejadian atau juga dikenal sebagai happening art, kejadian yang dialami oleh Kodok," ujarnya.
Seni kejadian atau juga dikenal sebagai happening art, menurut Bramantyo, memperluas kanvas atau panggung menjadi ruang dan waktu. Di ruang dan waktu tertentu, seniman menghadirkan suatu kejadian. "Kali ini kejadian yang saya hadirkan adalah sebuah perkawinan adat Jawa, yang dihadirkan dalam suatu upacara," paparnya. (Wijaya Kusuma)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.