Bulog Ikut Kesulitan Menjual
“Jadi yang melakukan pembelian itu Bulog pusat, sementara Divre Jatim ditunjuk untuk mengambil barang dari PG Krebet.
TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Kisruh gula nasional ikut membawa Badan Urusan Logistik Divisi Regional (Divre) Jawa Timur ikut menanggung dampaknya.
Sebab sekitar 2.308 ton gula tersimpan di gudang Bulog Kebonagung, Kabupetan Malang dan sulit dijual.
Perum Bulog membeli gula produksi PT Rajawali Nasional Indonesia (RNI), salah satu BUMN produsen gula pada April 2014. Sebanyak 2808 ton gula dari Pabrik Gula (PG) Krebet milik RNI kemudian dipindah ke gudang Bulog Kebonagung.
“Jadi yang melakukan pembelian itu Bulog pusat, sementara Divre Jatim ditunjuk untuk mengambil barang dari PG Krebet. Barang harus segera kami pindahkan, karena kalau tidak kami kena pinalti,” ungkap Kadivre Bulog Jatim, Rusdianto, Rabu (15/10/2014).
Gula tersebut kemudian dikirim ke beberapa Divre lain, seperti Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat dan ke luar Jawa.
Namun hingga saat ini, hanya 500 ton gula yang bisa dijual. Selebihnya, 2.308 ton masih tersimpan di gudang Kebonagung.
Kondisi ini tidak lepas dari perbedaan harga pembelian, dengan harga pasaran. Saat pembelian, kesepakatan antara Bulog dan RNI sebesar Rp 8.760 per kilogram.
Sementara kondisi saat ini, harga di pasaran untuk partai antara Rp 8.500 sampai Rp 8.600 per kilogram. Kondisi ini menyulitkan Bulog untuk menjual gula tersebut secara partai.
“Kami tidak mungkin lagi menjual dengan system partai, karena harganya sudah kalah di pasaran. Mau tidak mau kami harus mengecer,” terang Rusdianto.
Masih menurut Rusdi, kondisi yang sama juga dialami Bulog di provinsi lain. Mereka kesulitan menjual, sehingga tidak lagi minta kiriman dari Jawa Timur.
Kondisi ini berbeda dari sebelumnya, dimana surplus gula Jawa Timur bisa dijual ke luar Jawa, khususnya Indonesia timur.
Rudi mengakui, pada pemasok lain yang memenuhi kebutuhan gula di wilayah tersebut. Mereka menjual dengan harga lebih murah. Akibatnya Bulog tidak bisa lagi menjual dengan standar harga yang sama.
Namun saat ditanya, siapa pihak yang menggantikan peran Bulog, Rusdianto enggan menjawab.
“Sebenarnya bisa dilihat, produsen gula ya itu-itu saja, terus ada pihak swasta juga. Tapi siapa yang mengendalikan harga, bukan kapasitas saya menjawab,” kilahnya.