Wakajati Sulsel Dicopot Karena Bertemu dengan Orang Berperkara
"Masing-masing dimutasi dari jabatanya," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Tony Spontana.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Wakil Kepala dan Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dicopot dari jabatannya. Keduanya terbukti melanggar kode etik karena bertemu orang yang sedang beperkara.
"Masing-masing dimutasi dari jabatanya," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Tony Spontana kepada Tribun, Selasa (21/10/2014).
Berdasarkan surat Keputusan Jaksa Agung Nomor Kep-175/A/JA/10/2014 tanggal 16 Oktober 2014 Kadarsyah dicopot dari jabatannya selaku Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Sulawesi Selatan (Sulsel) dan dimutasi menjadi menjadi koordinator pada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung.
Posisi yang ditinggalkan Kadarsyah digantikan Heru Sriyanto yang sebelumnya duduk sebagai Koordinator pada Jaksa Agung Muda Intelejen (Jamintel).
Sementara, Fri Hartono dimutasi dari jabatan awalnya sebagai Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Sulsel menjadi Kepala Bidang Program pada Badan Pendidikan dan Latihan Kejaksaan Agung. Jabatan Aspidum Kejati Sulsel diisi M Yusuf yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Medan.
Dikatakan Tony, Kadarsyah tidak terbukti menerima gratifikasi Toyota Alphard seharga Rp1,8 miliar begitu juga dengan Fri Hartono tidak terbukti menerima gratifikasi Honda Freed seharga Rp300 juta dalam penanganan kasus reklamasi pantai ilegal dan pemalsuan kuitansi ganti rugi lahan.
Tetapi keduanya terbukti pernah melakukan pertemuan dengan tersangka kasus reklamasi pantai ilegal dan pemalsuan kuitansi ganti rugi lahan tersebut yang tiada lain pemilik PT Bumi Anugerah Sakti (BAS) Jeng Tang.
Diduga akibat pertemuan tersebut yang membuat perkara yang ditangani Polda Sulsel tersebut tidak kunjung dinyatakan lengkap berkasnya oleh Kejaksaan Tinggi.
"Berdasarkan hasil inspeksi kasus yang dilakukan Jamwas (Jaksa Agung Muda Pengawasan) kedua pejabat tersebut tidak terbukti menerima gratifikasi, namun terbukti melanggar kode etik karena bertemu orang yang berperkara," ungkap
Kasus pelanggaran kode etik Kadarsyah dan Yusuf bermula ketika keduanya diduga menerima gratifikasi masing-masing berupa Toyota Alphard seharga Rp1,8 miliar dan Honda Freed seharga Rp300 juta terkait penanganan kasus reklamasi pantai ilegal dan pemalsuan kuitansi ganti rugi lahan.
Kajati Sulsel Suhardi yang merupakan mantan Direktur Penuntutan (Dirtut) pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) juga turut diperiksa dalam kasus tersebut.
Namun, dalam perkembangannya, Jamwas Mahfud Manan menilai keduanya tidak terbukti menerima gratifikasi namun dinyatakan terbukti melanggar kode etik dengan mengadakan pertemuan dengan tersangka kasus tersebut yaitu, pemilik PT Bumi Anugerah Sakti (BAS) Jeng Tang yang hingga kini perkaranya masih bolak-balik dari Kejati Sulsel dengan Polda Sulsel. (*/tribun-timur.com)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.