Ibunda Seneng Lihat Burung Gagak
Mujineng yang lahir dan besar di Sleman, DI Yogyakarta, menganggap kehadiran burung gagak berarti bakal ada berita duka.
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Rachmat Hidayat
Namun yang berbicara adalah seorang perempuan berbahasa Indonesia yang tak dikenalnya.
Perempuan itu menanyakan perihal transfer uang Rp 20 juta. "Saya jawab, sudah. Saya tanya, kok ibu yang mengangkat telepon, dia bilang Seneng baru pergi, tapi nggak tahu ke mana," kata Mujiharjo.
"Beberapa jam kemudian saya telepon lagi, tapi ibu itu lagi yang mengangkat, dia bilang Seneng sedang keluar. Saya nggak sempat tanya nama dia," ujarnya.
Mujiharjo mengaku menaruh curiga kepada perempuan itu. "Kami curiga, kenapa HP Seneng yang mengangkat bukan anak saya. Dia cuma bilang, anakmu baru pergi, nggak tahu kemana," kata Mujiharjo.
Selama sepekan sejak menerima kabar duka itu, Jumineng (55) terkulai lemas di lantai ruang tengah rumah. Tatapan matanya kosong. Ia syok dan kerap pingsan ketika ingat putri tunggalnya, Seneng Mujiasih (28).
"Sepertinya istri saya belum siap ditanya. Dia masih syok dan sering pingsan kalau teringat Seneng. Kegiatan istri saya belakangan ini, yah... seperti itu, lemas di lantai," ujar Mujiharjo.
Kabar duka itu juga membuat daya tahan tubuh Sri Suantoro, kakak Seneng, turun drastis. "Sekarang saya sedang sakit, yah karena kepikiran Seneng terus dan juga karena kemarau panjang," timpal Sri Suantoro.
"Nenek saya juga hanya bisa tiduran karena lemas setelah diberi tahu Seneng meninggal dunia," imbuh Sri sambil menunjuk seorang perempuan berambut putih yang juga terbaring di samping Jumineng.