Beli Tanah di Bali Harus Bayar 30 Persen ke Banjar
"Bila membeli tanah di sini, pembeli harus membayar ke banjar sekitar 30 persen dari harga tanah yang dibeli," tandasnya.
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Wayan Eri Gunarta
TRIBUNNEWS.COM, BALI - Suara kawanan burung gereja yang hinggap di tanaman padi sudah jarang terdengar. Suara merdu para petani saat menyanyikan tembang-tembang Bali sembari mengairi sawahnya pun sudah tak terdengar lagi di Banjar Taman, Desa Ketewel, Sukawati.
I Wayan Weji (62) mengatakan, sejak jalan tanah di Banjar Tengah diganti jalan aspal, tahun 1970-an, pemilik modal secara bertahap membeli tanah basah (sawah) petani setempat untuk membangun rumah pribadi maupun tempat membuka usaha.
Ada aturan, seseorang yang membeli tanah harus membayar ke banjar sekitar 30 persen dari harga tanah yang dibeli "Sebelum jalan diaspal, wilayah kami dikelilingi sawah. Tapi sekarang hampir sebagian besar jadi bangunan," ujarnya saat ditemui di rumahnya, Jumat (21/11/2014) sore.
Keadaan itu disebabkan banjar berada di kawasan strategis. Sebelah selatan merupakan deretan pantai Gianyar. Sebelah utara adalah Desa Sukawati yang terkenal memiliki Pasar Seni Sukawati sebagai jantung perekonomian Kabupaten Gianyar. Banjar juga tak jauh dari lokasi wisata Pantai Sanur. Hanya butuh 20 menit perjalanan menggunakan sepeda motor.
Pertumbuhan penduduk yang semakin padat dan perilaku pragmatis penduduk pendatang, kata Kelian Dinas setempat, I Katut Winda, membuat saluran irigasi untuk mengairi sawah yang tersisa telah dijejali sampah-sampah rumah tangga.
"Peraturan pembuangan sampah di sini sudah ketat. Tapi masih saja ada oknum yang membuang sampah sembarangan. Biasanya itu dilakukan saat malam hari dan musim hujan, ketika prajuru banjar sedang tak berkelilingi banjar," ungkapnya.
Kotornya saluran irigasi, kata Winda membuat padi petani sering gagal panen. Himpitan perekonomian, tepatnya sejak tahun 2000, penjualan tanah basah pun terjadi secara besar-besaran. Akibatnya, saat ini di Banjar Tengah sulit menemukan lahan hijau.
"Sekarang cuaca di banjar sangat panas. Selain karena tak ada lahan hijau, perusahaan-perusahaan yang berada di sekeliling kami juga sering memasang lampu laser, sehingga jarang diguyur hujan. Ini juga membuat petani sering gagal panen dan lebih memilih menjual tanahnya," ungkapnya.
Sembari duduk di bale dauh, pria murah senyum itu mengatakan pihak banjar saat ini telah membuat perarem (aturan) bagi orang yang membeli tanah di Banjar Tengah. "Bila membeli tanah di sini, pembeli harus membayar ke banjar sekitar 30 persen dari harga tanah yang dibeli," tandasnya.
Banyak Bibit Pemain Voli Ingin Diperhatikan Krama Banjar
Remaja Banjar Tengah, Desa Ketewel, Sukawati menyukai olahraga bola voli. Sayangnya mereka harus berlatih dengan sarana dan alat ala kadarnya. Bola voli mereka sudah rusak, layaknya buah kelapa yang dikupas kulitnya.
I Wayan Maja (35), seorang warga banjar, mengaku prihatin atas keberadaan olahraga voli di banjarnya. Pasalnya, saat ini di Banjar Tengah banyak tumbuh bibit-bibit berbakat. Namun fasilitas latihan mereka sangat tidak layak.
"Lihat saja, bolanya sudah seperti nyuh me'e'ngesan (kelapa yang kulitnya telah dikupas). Selain itu, satu bola yang seharusnya digunakan latihan oleh empat orang, di sini justru digunakan 10 orang. Kasihan sekali. Padahal saya melihat banyak anak-anak yang memiliki bakat," ujarnya santun.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.