Bisnis Batu Giok di Aceh Menjamur Capai 15.000 Pengusaha
Melalui kargo PT Pos Indonesia, giok Aceh itu pernah dikirim hingga 1 ton per hari atau mencapai 15 ton per bulannya dikirim ke luar Aceh.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Bisnis batu giok dan batu permata lainnya di Aceh semakin berkibar, terutama dalam enam bulan terakhir. Bisnis ini ditekuni oleh sedikitnya 15.000 orang yang tersebar di 13 dari 23 kabupaten/kota di Aceh. Selain itu, hampir di semua daerah di Aceh terdapat batu-batu indah dan bernilai ekonomi yang layak dipasarkan di tingkat nasional, bahkan internasional.
Hal itu diutarakan Ketua Gabungan Pencinta Batu Alam (GaPBA) Aceh, Nasrul Sufi SSos MM kepada Serambi di Banda Aceh, Rabu (17/12) sore menanggapi laporan eksklusif Harian Serambi berjudul “Aceh Demam Giok” yang dipublikasi Selasa (16/12).
Nasrul Sufi mengaku mendapatkan data jumlah orang yang terlibat dalam bisnis batu giok itu kini dari perwakilan GaPBA di sebagian Aceh. “Sejak didirikan oleh beberapa orang pada 26 Februari 2011, GaPBA Aceh kini sudah punya cabang di 13 kabupaten/kota se-Aceh. Di rata-rata kabupaten dan kota, pebisnis batu gioknya berkisar antara 1.000 hingga 1.200 orang,” sebut Nasrul yang akrab disapa Tgk Abang. Menurut Tgk Abang, Aceh mempunyai potensi yang besar di bidang gemstone. Di Kabupaten Nagan Raya, ia perkirakan tak kurang dari 500 hektare gunung batu yang di dalamnya mengandung 70% giok dalam berbagai jenis. Ada nefrite, idocrass, solar, dan lain-lain.
Sedangkan di Aceh Barat, Pidie, Pidie Jaya, Aceh Tengah, dan Bener Meriah terdapat potensi giok kualitas super. Aceh Jaya juga kaya dengan giok cempaka madu dan kecubung ametis.
Di wilayah Aceh Besar, Bireuen, Lhokseumawe, dan Aceh Utara terdapat batu sulaiman, badar besi, yakut, lumut merah, dan teratai. Selain itu, di Langsa sering pula didapat megamendung kristal.
Sementara di Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, dan Aceh Tenggara terdapat potensi batu giok dan kecubung, di samping batu akik. Di Aceh Singkil, Aceh Timur, Simeulue, dan Sabang terdapat pula batu- batu terbaik yang laris di pasar lokal dan nasional.
“Di Kampung Pande, Banda Aceh pun sering juga kita dapatkan safir dengan kualitas kekerasannya 7 skala Mosh,” sebut Tgk Abang. Di Subulussalam dan Aceh Tamiang juga terdapat akik yang bagus. “Artinya, hampir semua daerah di Aceh terdapat batu-batu yang layak dipasarkan di tingkat nasional, bahkan internasional,” kata Tgk Abang.
Merujuk pada letak geografis Aceh yang tak jauh dari India sebagai “anak benua”, Tgk Abang yakin di perut bumi, pegunungan, lembah, atau sungai-sungai di Aceh terdapat batu-batu permata lainnya seperti ruby, safir, beryl, garnet, dan zamrud. “Bahkan diperkirakan suatu saat berlian pun akan ditemukan di Aceh. Di India sudah sering ditemukan berlian, mengapa pula di Aceh tidak mungkin?” ujarnya.
Tgk Abang mengaku bangga dengan apa yang telah dilakukan rekan-rekannya selaku pengurus GaPBA yang selama ini berkeinginan agar batu-batu di Aceh mendapat pengakuan dan apresiasi pihak nasional, kini semuanya sudah terwujud. “Insya Allah dengan doa semua pihak dan masyarakat Aceh ke depan batu kita akan mendapat respons dan legitimasi dari dunia internasional,” ujarnya.
Dalam rangka menggapai pengakuan internasional itulah, GaPBA Aceh pada Februari 2015 akan menggelar Kontes Gemstone Internasional di Banda Aceh. Di akhir acara para peserta akan diboyong GaPBA ke Nagan Raya untuk melihat langsung potensi giok di sana.
Kemudian, pada Maret 2015 GaPBA Aceh akan berdelegasi ke Hong Kong sebagai upaya mempromosi batu giok Aceh.
Tgk Abang berharap Pemerintah Aceh dan pihak bank yang ada di Aceh mendukung upaya yang sedang dilakukan GaPBA. Misalnya, memberikan kredit lunak kepada pengrajin dan pedagang batu cincin di seluruh Aceh. “Pemerintah dapat membantu para pengrajin dengan mesin pengosok dan alat potong, seperti di Jawa,” ujarnya.
Tgk Abang juga menyarankan agar dibuat qanun yang mengharuskan seluruh pegawai negeri di Aceh pakai batu giok. “Kalau ini bisa dilaksanakan, maka era booming batu giok Aceh akan bertahan sampai 20 tahun mendatang. Kita pun kini bisa menambah daftar bungong jaroe dari Aceh dengan batu giok,” ujarnya.
Di sisi lain, bisnis giok juga memercikkan rezeki terhadap jasa pengiriman paket. Pengiriman via cargo PT Pos Pos Indonesia, misalnya, meningkat tajam sejak Desember 2013 hingga tahun 2014.
“Peningkatan jumlah pengiriman barang dari Aceh ke luar Aceh, salah satunya adalah akibat banyaknya pemilik giok yang memanfaatkan jasa pengiriman kargo PT Pos untuk mengirimkan batu tersebut kepada pemesan yang berasal dari Jakarta dan beberapa kota lainnya di Jawa,” kata Manager Marketing PT Pos Indonesia Banda Aceh, Akmal Aminuddin SE MM kepada Serambi kemarin.
Melalui kargo PT Pos Indonesia, giok Aceh itu pernah dikirim hingga 1 ton per hari atau mencapai 15 ton per bulannya dikirim ke luar Aceh. “Awal tahun lalu, kami sempat mengirimkan bongkahan batu giok kepada pemesana di luar Aceh hingga 1 ton per hari,” kata Akmal.
Untuk sekarang ini, pengiriman giok ke luar Aceh dalam sehari mencapai 160 kg hingga 1 ton per hari. Akmal menambahkan, kepercayaan masyarakat untuk mengirim giok melalui jasa pengiriman barang sempat menurun, karena barang kirimannya tak sampai kepada pemesan alias raib saat pengiriman.
Oleh karena itu, PT Pos Banda Aceh menerima klaim dari pengirim barang atas kehilangan barangnya saat dikirim via PT Pos. “Kebijakan Kantor Pos, barang itu kita asuransikan dan bisa diklaim kepada kami jika hilang. Paling tinggi biaya ganti ruginya berdasarkan peraturan terbaru sebesar Rp 5 juta,” demikian Akmal. (dik/avi)
Kunjungi juga :
www.serambinewstv.com | www.menatapaceh.com |
www.serambifm.com | www.prohaba.co |