Penyelenggara Kejar Paket A, B, C di Surabaya Bingung Tak Boleh Tempati Gedung Milik Negara
Sejumlah pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) kini resah pasca ada larangan dari dinas pendidikan Surabaya menempati gedung milik negara.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA- Sejumlah pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) kini resah pasca ada larangan dari dinas pendidikan Surabaya menempati gedung milik negara.
Pasalnya, sebagian besar lembaga pendidikan non formal yang dikenal dengan program kejar paket A,B dan C ini masih menempati sekolah-sekolah negeri di Surabaya.
Ketua Forum PKBM Surabaya Imam Rochani menyebut ada 60 persen PKBM di Surabaya yang menempati SD negeri.
Larangan itu akan menyulitkan PKBM yang notabene adalah lembaga yang tidak berorientasi bisnis (nonprofit).
"Selama ini kami membantu masyarakat. Kalau memang kami dilarang menempati bangunan negara solusinya seperti apa," kata Imam, Sabtu (3/1/2014).
Imam bisa menyadari kekhawatiran dari dinas tentang tidak adanya kejelasan sewa menyewa gedung yang kemungkinan dilakukan sekolah.
Menurutnya, selama ini PKBM yang menempati gedung SD negeri tidak pernah memberikan sewa ke sekolah. PKBM hanya membantu dalam pembayaran beban listrik atau air sekolah.
Imam meminta agar aturan mengenai larangan bangunan negara yang tercatat di permendagri jomor 19/2010 itu disikapi bijak dindim Surabaya. Paling tidak ada toleransi bagi PKBM untuk menyiapkan diri meninggalkan sekolah.
"Kalau PKBM ini sudah mandiri pasti akan menyewa atau memiliki gedung sendiri," katanya.
Kalau komitmen itu belum dirasa cukup dia bahkan meminta membuat petunjuk teknis yang mengatur tentang perjanjian kerjasama antara daerah dan PKBM terkait sewa menyewa gedung.
"Kami siap seandainya ada sewa yang langsung dibayarkan ke kasda," tegasnya.
Imam memastikan selama ini meskipun memakai gedung SD negeri, PKBM tidak pernah mengganggu proses belajar mengajar di sekolah tersebut.
"Kalau memang kami tidak mendapat solusi yang sesuai, ini akan kami koordinasikan dengan forum PKBM provinsi dan nasional sehingga bisa diambil kebijakan ya g tepat," pungkasnya.
Kabid Pendidikan Non Formal/ Informal, Dindik Jatim Dska Wahyudi mengakui adanya larangan menempati gedung negeri bagi PKBM.
Dalam pelaksanaannya Daka bertekat akan luwes tanpa ada paksaan.
"Ini akan dilakukan perlahan-lahan sambil menunggu kesiapan PKBM," terangnya.
Berbeda dengan Iman Rochani, Daka mengaku hanya ada sekitar dua PKBM yang menghuni gedung negeri.
Salah satunya PKBM yang ada di wilayab Sukomanunggal.
Diakui Daka, larangan ini diterapkan karena selama ini tidak ada ketentuan yang mengatur tentang sewa menyewa aset negara.
Termasuk proses perjanjian dan dana sewanya.
"Tetapi kenyataannya memang PKBM ini tidak sewa tapi hanya membantu bayar listrij dan air. Tetapi karena dilarang kami harus melakukannya dengan humanis dan bertahap," pungkasnya.