Bantu Indentifikasi Korban Air Asia UGM Kirim Dua Pakar Ondotologi Forensik
Universitas Gadjah Mada (UGM) pun turut mengirimkan dua orang pakar odontologi forensik
Editor: Budi Prasetyo
Laporan Reporter Tribun Jogja, Pristiqa Ayun
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Guna membantu kerja Tim Disaster Victim Identification (DVI) dalam mengidentifikasi korban jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501, Universitas Gadjah Mada (UGM) pun turut mengirimkan dua orang pakar odontologi forensik. Dua pakar odontologi forensik ini dikirim untuk mengidentifikasi korban melalui gigi.
Rektor UGM, Dwikorita Karnawati mengatakan dua orang yang dikirim untuk membantu tim DVI di Surabaya adalah drg Sudibyo dan drg Ahmad Syaify.
“Tujuan kami mengirim dua orang pakar odontologi forensik untuk membantu proses identifikasi korban AirAsia,” kata Dwikorita, Senin (5/1/2015).
Drg Sudibyo, salah satu pakar odontologi dari Fakultas Kedokteran Gigi UGM telah terlibat langsung dalam tim DVI Polda Jatim sejak Jumat lalu. Salah satu korban yang berhasil diidentifikasi langsung oleh Sudibyo adalah Hayati Lutfiah Hamid, salah satu penumpang Air Asia QZ8501 sekaligus korban pertama yang berhasil diidentifikasi.
Menurut Sudibyo, tidak mudah mengidentifikasi jenazah penumpang Air Asia karena umumnya kondisi wajah korban yang rusak karena mengalami benturan dan terendam di air laut.
“Sekarang tim DVI memasuki tahapan postmortem identification, di sana berkumpul ahli-ahli forensik, ahli DNA, dan ahli odontologi forensik,” kata Sudibyo.
Pria yang pernah ditunjuk sebagai Ketua Tim Odontologi Forensik RS Sardjito Yogyakarta ini menuturkan ada dua syarat yang diperlukan untuk mengidentifikasi korban penumpang pesawat Air Asia yang jatuh di selat Karimata.
Yakni data primer berupa DNA, sidik jari dan gigi korban. Selanjutnya data sekunder berupa dokumen penting yang mendukung proses identifikasi korban.
Dari berbagai data tersebut, Sudibyo menegaskan identifikasi yang paling handal adalah lewat pemeriksaan gigi korban. Pasalnya gigi masih dalam kondisi utuh dan masih bisa diidentifikasi walaupun kondisi korban dalam keadaan terbakar, terbentur maupun terendam di air.
"Meski DNA memang bisa, tapi butuh waktu lebih lama,” ujarnya.
Menurut Sudibyo, proses identifikasi korban lewat gigi sebenarnya tidak sulit dengan cara mengetahui cerita dari para keluarga mengenai kondisi gigi korban selama masih hidup.
"Meskipun kemungkinan korban tidak pernah memeriksakan giginya ke dokter gigi, cerita keluarga dekat mengenai kondisi gigi korban sangat membantu tim. Itulah yang saya lakukan saat pertama kali mengidentifikasi Hayati Lutfiah Hamid," ujarnya. (tribunjogja.com)