Telur KPK Untuk Obat Gubernur Kaltim
Peci hitam melekat di kepala, menutupi sebagian rambut potong pendek yang mulai memutih
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- LAKI-laki berbadan besar, postur tubuh agak tambun memasuki ruang tamu Lamin Etam, kompleks Kantor Gubernur Kalimantan Timur di Jalan Gajah Mada, Samarinda, Rabu (7/1) siang. Ia duduk di atas kursi roda yang didorong seorang laki-laki, pegawai Pemprov Kaltim.
Peci hitam melekat di kepala, menutupi sebagian rambut potong pendek yang mulai memutih. Safari cokelat lengan pendek membalut badannya, melapis kaus putih. Celana bahan kain hitam, kaus kaki hitam dan sepatu kulit hitam. Jam bertali kulit melingkar di pergelangan kiri. Lencana jabatan gubernur menempel tergantung di baju, di dada.
"Ini dari Tribun ya?" katanya bertanya. Baru saja berpindah dari kursi roda ke sofa, warna krem di ruangan itu, kurang dari 10 wartawan menyodorkan corong mikrofon, tape recorder, gadget telepon seluler segera mendekat. Sorotan kamera video dan kilauan blizt kamera silih berganti. Laki- laki itu menjawab semua pertanyaan wartawan.
Ya, dialah Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak. Ia baru usai meresmikan Badan Usaha Milik Daerah PT Penjaminan Kredit Daerah Kalimantan Timur (Jamkrida Kaltim) di lantai satu kantor Gubernur.
Sesi wawancara berangsung sekitar 15 menit. Awang kemudian melayani khusus 11 orang tim Tribun Kaltim dan TribunKaltim.co. Bincang-bincang santai dan riang berlangsung hampir satu jam. Gubernur didampingi Sekretaris Daerah (Sekda) Pemprov Kaltim Rusmadi, Kepala Biro Humas Pemprov Kaltim Sayid Adiyat dan beberapa staf.
Awang baru sepekan kembali dari Pulau Dewata, Bali. Ia tiba di Kalimantan Timur sejak 2 Januari lalu setelah beberapa minggu, dia menjalani terapi pemulihan kesehatan pascaterkena serangan stroke ringan. Walaupun masih menggunakan kursi roda, bicara, semangat dan tenaga Awang sudah jauh lebih baik.
Dalam bicang-bincang itu, dia melontarkan beberapa guyon yang mengundang tawa. Banyak juga cerita mengenai hikmah di balik sakit orang nomor satu di Kaltim itu. Satu di antaranya, kebiasaan dia mengonsumsi telur KPK selama pengobatan. Apa itu telur KPK, apakah ada pemberian Komisi Pemberantasan Korupsi?
Awang bercerita, selama pengobatan, ia tidak hanya menjalani terapi rutin, Awang juga menjaga pola makan. "Bedanya, kini hanya menyantap bagian putih telur," kata Awang. Awang menyebut, putih telur yang disantapnya dengan sebutan telur KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
"Ada dua yang bantu masak, dua-duanya kakak saya. Yang pertama masaknya penuh integritas. Kalau memang hanya boleh putih telur yang dimakan, ya betul-betul hanya putih telur yang dikasih, makanya saya sebut telur KPK. Kakak saya ini penuh integritas," kata Awang sambil tersenyum.
Kemudian, ada juga kakaknya yang memasak makanan sesuai kesukaan Awang, meskipun tak dilarang dokter. "Mungkin karena kaka saya ini ingin menyenangkan saya, jadi memberi makanan kesukaan saya. Misalnya, saat menggoreng telur, lidah sapi disusupkan ke dalam telur. Saya memang suka lidah sapi. Kalau makan steak, saya suka ludahnya. Nah kakak yang ini, tidak benar," kata Awang, lagi-lagi disambut tawa.
Selama di Bali, Awang banyak menjalani terapi di Anapuri Beach Villas, sebuah puri di daerah tenggara Pulau Dewata, dan jauh dari keramaian Kuta dan Legian. "Ada pantai pribadinya, di sana saya terapi duduk dengan posisi kaki selonjor di pasir," ungkap Awang.
Sebelum ke Anapuri Beach, Awang menginap di Hotel Nusa Dua Bali. Namun, Awang mengaku tak cocok dengan kondisi hotel bintang lima ini. "Kasurnya terlalu bagus. Saya kan orang kampung, tak cocok dengan kasur sebagus itu. Masa orang kampung disuruh tidur di kasur yang digunakan Sultan Bolqiah (Sultan Brunei). Jadi saya minta kasurnya diganti," ungkapnya.
Tidak hanya kasur, Awang pun meminta kerabatnya membelikan bantal di luar hotel. "Bermalam di hotel bintang lima, tapi beli bantal di luar. Bisa Anda bayangkan," katanya.
Saat ditemui, Awang masih menggunakan kursi roda. Bagian kiri tubuh kirinya belum bisa digerakkan secara optimal. Gaya bicara Awang masih tetap runut, meski beberapa pengucapan kata kurang terdengar jelas. Semangatnya saat bercerita masih terlihat, namun kali ini lebih minim ekspresi wajah.
Awang mengaku, ada tiga alternatif lokasi menjalani terapi yakni Pulau Maratua, Bidukbiduk di Kabupaten Berau, serta Bali. "Tapi kalau di Bidukbiduk kan tidak mungkin bisa bawa orang dan perlengkapan yang banyak. Akhirnya diputuskan di Bali, karena semua fasilitas ada di sana (Bali)," katanya lagi.
Dari analisis tim medis, Awang terserang Bellpalsy, semacam stroke ringan. Beruntung, kata Awang, serangan Bellpalsy ini tidak menyerang komponen saraf kognitifnya. "Hanya psikomotoriknya saja yang harus dirawat dengan terapi. Kalau pembuluh darahnya yang pecah mungkin saya tidak bisa lanjut kerja," bebernya.
Awang terserang Bellpalsy 3 Oktober lalu. Sempat menjalani perawatan di RSUD AW Sjahranie, Awang akhirnya dirujuk ke RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. Setelah pulih, Awang kembali ke rutinitas kesibukannya.
Walhasil, Awang kembali terserang Bellpalsy 29 November dan kali ini harus dirawat di RS Rafles, Singapura. Sempat kembali beraktifitas pascapulang dari Singapura, Awang akhirnya fokus melanjutkan terapi penyembuhannya di Bali. (rafan dwinanto)