PT Kaltim Prima Coal Cemari Sungai Bendili Sangatta
BLH telah mengetahui bahwa sungai Bendili berhulu di area pertambangan PT Kaltim Prima Coal (KPC)
Editor: Budi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, SANGATTA - Akhir November 2014, aliran sungai Sangatta begitu keruh. Selain penampakan fisik yang kasat mata, sorotan media massa maupun keluhan masyarakat tentang kondisi air bak "kopi susu" itu terus menguat.
Tergerak dengan kondisi ini, Selasa (2/12/2014) siang, M Fadli, Kasubbid Pengendalian Pencemaran Air dan Udara Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Kutai Timur, bersama beberapa rekannya, memutuskan melakukan inspeksi mendadak (sidak) di hulu sungai Sangatta. (Baca juga: Pernah Loloskan 3 Kg, Ilyas Diganjar Rp 150 Juta)
Tim sidak dibagi dua, yaitu via penyusuran sungai menggunakan perahu dan dari arah darat. Sesampainya tim di sisi hulu sungai Sangatta, ternyata diketahui ada satu anak sungai yang mengalirkan air coklat kehitaman pekat, yaitu sungai Bendili. Kondisinya terlihat kontras dengan aliran berdebit besar dan relatif jernih dari hulu. (Baca juga: Imbalan Menyelundupkan Sabu Diberikan untuk Orang Tua dan Adik)
Tim BLH lalu mengambil sampel, untuk kemudian diuji di laboratorium. Kondisi temuan tersebut rupanya sama dengan tim darat yang mengambil sampel air di bawah jembatan prima arah menuju Rantau Pulung, yang merupakan aliran anak sungai Bendili.
Bermodal temuan ini, tim BLH Kutim memutuskan melakukan sidak ke hulu sungai Bendili untuk mencari sumber pencemar, Rabu (3/12/2014). Kali ini tim didampingi beberapa orang Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD), (Dewi, Herry, dan Marlin), yang berwenang melakukan pengawasan dan melakukan tindakan bila terjadi pencemaran lingkungan hidup.
BLH telah mengetahui bahwa sungai Bendili berhulu di area pertambangan PT Kaltim Prima Coal (KPC), yakni beberapa pit yang saling terinterkoneksi. Titik sidak dilakukan di outlet pit Pelikan SP, yang merupakan pintu air terakhir sebelum air dilepas ke sungai Sangatta. Jarak outlet ini sekitar 4,5 kilometer dari sungai Sangatta.
Alangkah terkejutnya tim BLH, melihat kondisi air tambang yang mengalir deras menuju sungai Bendili sebelum sempat diolah sesuai baku mutu di kolam pengendap (sed pond). Tak hanya lewat saluran pelepasan, air berwarna coklat kehitaman dan pekat meluap hingga melewati bagian atas pintu air.
Saat itu pihak perusahaan beralasan sedang terjadi curah hujan sangat tinggi dan terjadi longsoran, sehingga air meluap. "Kami tidak menerima alasan tersebut. Kami pun mengambil prosedur tanggap darurat, yaitu tidak mengalirkan air sampai sesuai baku mutu," kata Fadli, Minggu (11/1/2015).
Akhirnya, BLH memberi tenggat waktu 24 jam bagi pihak KPC untuk menutup aliran air menuju sungai Bendili. Penutupan dilakukan dengan cara membendung aliran air sebelum masuk pintu air. Hal ini langsung dilakukan PT KPC pada Kamis (4/12/2014).
Hingga Minggu (11/1/2015), BLH masih belum mengizinkan KPC untuk membuka aliran air tambang ke sungai Bendili. Selain masih dilakukan perbaikan pintu air, BLH juga masih menunggu curah hujan relatif menurun dan PT KPC rampung mengurus perizinan pembuangan limbah cair.
Meskipun sampel air masih dalam pengujian di laboratorium, ciri fisik air yang meluap sudah menunjukkan ciri-ciri yang tidak sesuai baku mutu. Air yang sesuai baku mutu normalnya tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.
Sekretaris BLH Kutim, Suriansyah, Jumat (9/1/2015), mengatakan, berdasarkan pasal 20 UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap orang diperbolehkan membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan dua persyaratan.
Yaitu memenuhi baku mutu lingkungan hidup dan mendapat izin dari menteri, gubernur, dan bupati/walikota. Standar baku mutu yang harus dipenuhi memiliki ketentuan tersendiri yang kompleks.
"Mereka boleh mengalirkan air tambang, asalkan sesuai baku mutu. Saat ini pihak KPC sedang mengurus perpanjangan izin. Izin juga berfungsi sebagai alat pengendalian. Kami masih belum mengizinkan membuka aliran ke anak sungai Bendili. Selain masih dilakukan perbaikan pintu air, kami masih menunggu curah hujan relatif menurun dan PT KPC rampung mengurus perizinan pembuangan limbah cair," kata Suriansyah.
Suriansyah, yang didampingi Kasubbid Penaatan Hukum Lingkungan BLH Kutim, Frederich Sima Pasa'u, mengatakan BLH menjajaki langkah hukum, yaitu penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan. Menurut UU 32 tahun 2009, langkah ini perlu dikedepankan sebelum peradilan. Ketika deadlock, barulah ke peradilan.
"Kami menjajaki untuk meminta ganti kerugian dan pemulihan lingkungan. Langkah ini didukung oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) RI. Nantinya KLH yang akan menunjuk ahli untuk menghitung nilai kerugiannya," kata Suriansyah. (*)