Beda Sadar Bencana Antara Masyarakat Sekitar Gunung Sinabung dan Merapi Menurut Surono
Menurut Surono, kesadaran masyarakat tentang perilaku Sinabung lamban. Tidak cepat melenting seperti penduduk sekitar Merapi.
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM - Rambut acak-acakan yang sebagian besar putih seperti warna janggutnya lekat pada sosok Surono (60), yang populer ketika erupsi Gunung Merapi di akhir tahun 2010.
Obsesinya pada Merapi, didukung posisinya saat itu sebagai Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Kementerian ESDM, membuat namanya nyaris identik dengan Merapi. Belakangan orang memanggilnya Mbah Rono, setenar juru kunci Merapi Mbah Maridjan (almarhum).
Tanpa rencana berjumpa di Yogyakarta, akhir pekan lalu, dia berkisah tentang tiga aras tugasnya, yaitu riset pengetahuan, publikasi, dan keselamatan jiwa. Yakin akan kemampuan ilmuwan kegunungapian Indonesia, Mbah Rono mengapresiasi meningkatnya kesadaran warga tentang posisinya tinggal di atas tungku api.
”Sinabung masih akan terus bergolak,” kata Surono. Repotnya, menurut ahli gunung api kelahiran Cilacap itu, kesadaran masyarakat tentang perilaku Sinabung lamban. Tidak cepat melenting seperti penduduk sekitar Merapi.
Bolak-balik ke Yogyakarta dari kantor sehari-harinya di Bandung, Surono lebih banyak berurusan dengan Merapi. Keahlian dan kecintaannya pada Merapi tidak kalah oleh cita-cita besar dan keyakinannya tentang mutu ilmuwan kegunungapian dalam negeri. Dengan 129 gunung api aktif, sangat wajar jika Indonesia jadi incaran para periset luar.
Di antara ratusan gunung api aktif itu, Surono mengingatkan soal potensi bencana Gunung Rinjani di Lombok. Semoga masyarakat tidak lupa dan siaga. (STS)