Bekerja Tak Menghalangi Zuma Jadi Wisudawan Terbaik UIN Walisongo
Kuliah sambil bekerja ternyata tidak selamanya berimbas buruk terhadap nilai akademik di kampus.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG – Kuliah sambil bekerja ternyata tidak selamanya berimbas buruk terhadap nilai akademik di kampus. Banyak kalangan mengira, bekerja paruh waktu akan menghambat karir akademis.
Bagi sebagian orang, kuliah dan kerja mampu membuat otak untuk berkreasi lantaran dipaksa berpikir lebih keras. Hal terakhir itulah yang terus diyakni Zuama Dinal Maula (24) ketika menyeimbangkan belajar dan bekerja. Pemuda kelahiran Kudus, 5 Juni 1990 tersebut mampu untuk membagi waktu antara kuliah dan bekerja keras.
Zuam, begitu panggilananya, kuliah di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang. Dia lulus sebagai sarjana terbaik di kampus tersebut dengan Indeks prestasi Komulatif (IPK) 3,93 dengan predikat istimewa atau cum laude.
Sembari belajar, Zuam semula mencoba peruntungan dengan bekerja paruh waktu sebagai seorang marketing perumahan. Dari pekerjaan itu, dia belajar hal lain yang tidak ada di materi perkuliahan.
Dia berhadapan langsung dengan masyarakat, menawarkan produk perumahan kepada konsumen yang membutuhkan rumah.
Target sebagai marketing harus mampu menjual rumah pun terus dipegangnya. Dia pun mengaku materi dalam perkuliahan di kampusnya tidak banyak mengajarkan ilmu marketing.
Keterampilan dan kecakapan ketika bertransaksi diuji dalam menawarkan produk rumah. Zuam mengaku banyak belajar dari cara kerja marketing ini, meski perumahan yang dia tawarkan kurang laku.
“Kata orang marketing itu enak. Saya sudah coba itu sangat sulit, ada targetnya juga. Ada pelajaran yang saya petik dari kerja saya, ya meski kadang waktu belajar sedikit tersita. Perlahan, kalau sudah ada celah, belajar dan bekerja bisa diatur,” ujar Zuam seusai diwisuda di kampusnya, Kamis (29/1/2015).
Belajar dari pengalaman
Menurut Zuam, pengalaman untuk mencoba berbagai pekerjaan penting bagi mahasiswa saat ini. Pengalaman yang didapat tidak sebatas pada penguasaan materi, tetapi juga bisa tahu kondisi langsung kerasnya kehidupan.
“Awal menyeimbangkan ketika kerja memang sulit. Kalau tidak dipaksa belajar dan bekerja tidak akan selesai. Jika dipaksa, nanti terbiasa sendiri, dan itu mengasyikkan,” serunya.
Pemuda asal Kabupaten Kudus, Jawa Tengah ini dalam tugas skripsinya menulis soal keputusan Majelis Ulama Indonesia tentang penjualan langsung berjejaring syariah. Pengalaman dan pekerjaannya sebagai marketing memberi kontribusi dalam materi skripsinya.
Dia pun berpesan kepada adik kelasnya bahwa tidak ada hal yang tak bisa diraih di dunia ini. Belajar sambil bekerja, jika dikerjakan serius dan bersama-sama, tidak akan mengalami kesulitan. Syaratnya, tentu harus dengan kesabaran dan kerja keras.
Selain meluluskan Zuam sebagai sarjana terbaik, kampus UIN Walisongo juga meluluskan 1.163 sarjana, yang terbagi dalam 7 doktor, 30 magister, 1124 sarjana dan dua orang diploma tiga. Salah satu rekan Zuam, Siti Afidah juga menjadi sarjana terbaik di fakultasnya.
Berbeda dengan Zuam, Siti Afidah menyelesaikan kuliah dengan modal nekat dan niat. Ia menempuh jalur berliku. Di saat beasiswa Bidik Misi tak kunjung turun, dia rela mencari penghasilan lain dengan mengajar anak-anak kecil di tempatnya tinggal. Upah sebagai guru les privat sedikit demi sedikit dikumpulkan untuk menutupi kebutuhan hidupnya. (NAZAR NURDIN/kompas.com)