Diduga Korupsi, Mantan Dirut PT Garam Dijebloskan ke Lapas Madaeng
Mantan Direktur Utama (Dirut) yang sekarang menjabat sebagai Komisari PT Garam, ditahan oleh penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Usai menjalani serangkaian pemeriksaan, Slamet Untung Irrendenta, Mantan Direktur Utama (Dirut) yang sekarang menjabat sebagai Komisari PT Garam, ditahan oleh penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, Kamis (5/2/2015).
Slamet ditahan dalam statusnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penjualan 10 ribu ton garam senilai Rp 5 miliar di perusahaan plat merah tersebut.
Penjualan yang dianggap tidak prosedural itu, terjadi saat Slamet menjabat sebagai Dirut.
Sejak Kamis pagi, Slamet yang didampingi pengacaranya menjalani pemeriksaan di ruang penyidikan Pidana Khusus (Pidsus) di lantai 5 kantor Adhiyaksa di Jalan A Yani Surabaya tersebut.
Kamis sore, tanda-tanda penahanan terhadap Slamet mulai terlihat. Diantaranya, ada mobil tahanan Kejaksaan berwarna hijau yang sudah diparkir petugas di depan loby kantor Kejati.
Dan benar, tepat pukul 16.00 WIB, Slamet dikawal sejumlah petugas dimasukkan ke dalam mobil tahanan untuk dibawa ke Rutan Kelas I Surabaya di Medaeng, Sidoarjo.
Menurut Kasi Penyidikan Pidsus Kejati Jatim, Mohammad Rohmadi, penahanan dilakukan karena dikhawatirkan melarikan diri.
Selain itu, untuk mengantisipasi agar tersangka tidak memengaruhi saksi sehingga bisa menyulitkan proses penyidikan.
"Para saksi kebanyakan adalah mantan anak buah tersangka. Ini yang dikhawatirkan (memengaruhi saksi),” kata Rohmadi.
Sejauh ini, baru ada satu tersangka dalam perkara tersebut. Yakni Slamet Untung Irredenta yang dianggap menjadi orang yang paling bertanggungjawab saat menyisihkan 10 ribu ton garam milik PT Garam tersebut kemudian menjualnya.
"Dan penjualan garam sebanyak tanpa ada registrasi di perusahaan. Uang hasil penjualannya juga tidak dimasukkan ke kas perusahaan. Yang kemudian berakibat menimbulkan kerugian negara hampir Rp 2,5 miliar,” tandas jaksa asli Surabaya tersebut.
Di sisi lain, Awi Subagyo selaku pengacara tersangka menyebut, pihaknya meyakini bahwa penjualan garam yang dilakukan kliennya sudah sesuai prosedur yang ditentukan perusahaan.
Dia juga mengatakan bahwa semua uang hasil penjualan garam tersebut sudah masuk ke kas PT Garam.
Termasuk uang Rp 300 juta hasil penjualan yang sempat berada di rekening pribadi tersangka, juga sudah diserahkan ke kas perusahaan. "Uang itu sudah dikembalikan ke PT Garam oleh klien saya Januari lalu,” katanya.
Perkara ini mulai diusut Kejati Jatim sejak tahun 2014 lalu. Pengusutannya berdasar laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2012 yang menyebutkan bahwa sebanyak 10 ribu ton garam milik PT Garam raib.
Setelah ditelusuri, garam tersebut ternyata dijual secara bertahap pada tahun 2010-2011.
Dalam penelusuran penyidik, ternyata 10 ribu ton garam itu dijual oleh oknum atas perintah dari Dirut PT Garam yang saat dijabat oleh Slamet Untung Irredenta. Modusnya, garam diambil dari gudang penampungan dan dikirim ke pembeli.
Transaksi dilakukan ‘di bawah tangan’ atau tidak dicatatkan di pembukuan perusahaan. Dan pembayarannya dilakukan dengan cara mempermainkan rekening. Yakni dikirimkan ke rekening yayasan perusahaan dan rekening pribadi tersangka.