Tak Ada Uang, Sofi Hanya Bisa Mengelus-elus Bayinya yang Nangis Menderita Hydrocephalus
Dalam rumah berdinding tembok dan berlantai plesteran itu, nampak seorang ibu menggendong bayi dengan kepala membesar.
Editor: Sugiyarto
Laporan Reporter Tribun Jogja, Agung Ismiyanto
TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Hidup selalu mengajarkan manusia untuk bersyukur. Di tengah keterbatasan dan himpitan ekonomi, manusia tetap harus mensyukuri pemberian sang khalik.
Bahkan, dalam kondisi apapun keturunan yang diberikan oleh Tuhan, harus dirawat dengan baik dan hati yang ikhlas.
TANGIS bayi terdengar di sebuah rumah sederhana di Dusun Kali Kalong Krajan I, Desa Gandusari, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang, Senin (16/2/2015).
Dalam rumah berdinding tembok dan berlantai plesteran itu, nampak seorang ibu menggendong bayi dengan kepala membesar.
Bayi mungil bernama Muliasari Ramadhani yang berusia 17 bulan itu menderita Hydrocephalus. Sementara, ibunya, Sofiyanti (28) terus menenangkan bayi perempuan tersebut.
Sofiyanti terus mencium kening bayinya dengan kasih saying, tangannya dengan lembut mengusap tangan bayi yang mungil itu.
“Saya sangat sayang dengan dia (Mulia). Apapun keadaannya, dia adalah anugerah bagi saya. Dia hanya bisa menangis, mungkin kepalanya terasa sakit, kadang kepalanya panas,” ujar Sofiyanti saat ditemui Tribun Jogja.
Penyakit yang diderita Mulia, kata Sofi, sudah terjadi sejak lahir. Awalnya, Sofi rutin memeriksakan kandungannya di bidan desa setempat.
Bahkan, selama proses kehamilan dia tidak mengalami keanehan. Hanya saja, dia merasa ada keanehan pada tubuhnya saat memasuki usia 7 bulan kehamilan.
Kala itu, kaki dan tangannya membengkak. Namun, menurut bidan yang menangani, hal itu biasa terjadi pada wanita hamil.
“Pada usia kehamilan kedelapan, setelah saya periksakan melalui USG diketahui kalau kepala janin saya membesar dan divonis Hydrocephalus. Katanya karena virus tokso karena unggas seperti burung dan bebek," ungkapnya.
Anak keduanya itu lahir melalui persalinan secara Caesar pada 7 Juli 2013 lalu di RS Budi Rahayu Kota Magelang. Saat pertama lahir Mulia memiliki bobot 4,6 kilogram dengan diameter kepala 31 sentimeter.
Namun kemudian bobot putri cantiknya itu terus turun hingga 3,9 kilogram sedangkan lingkar kepalanya mencapai 71 sentimeter dan berat 10 kilogram.
“Bahkan kepala anak saya itu mengalami luka dan kerap mengeluarkan nanah hingga sekarang karena luka saat persalinan. Sampai sekarang belum sembuh-sembuh,” paparnya.
Saat usia Mulia mencapai enam bulan, Sofi pernah mencoba membawanya ke RS Elisabeth di Semarang.
Dari situ, dia mengetahui jika bayinya tidak bisa dioperasi karena cairan dalam otak sangat banyak dibanding otak bayinya.
Diapun pasrah, akhirnya kini dia hanya bisa merawat bayinya dengan keterbatasan. Setiap hari dia memberikan cereal instan yang dibeli di warung.
Sementara, Mulia tidak bisa minum air susu ibunya (ASI) sendiri lantaran bibirnya menderita bibir sumbing, dia terpaksa memberi susu formula.
Tak punya penghasilan
Sofiyanti memegang teguh keikhlasan dan rasa syukur, tidak semata-mata mengumbar pahit dalam kehidupannya. Meskipun, kepala Mulia semakin membesar akibat cairan yang membungkus otaknya.
Dan, praktis tubuh bayi itu lemah hanya dapat berbaring di tempat tidur dan sesekali dipangkunya.
Selain harus merawat ekstra keras dibandingkan dengan merawat bayi normal, setiap malam jam tidur Sofi terganggu.
Ibu dua putri ini nyaris tidak pernah tidur nyenyak karena harus menemani Mulia, yang terus menangis menahan sakit di kepalanya.
“Saya tidak bisa tidur karena suara anak saya. Saya gendong karena saya tidak bisa bebuat apa-apa,” ungkap Sofi yang kerap menidurkan bayinya pada pukul 04.00 pagi.
Sementara, di rumahnya yang sederhana dengan eternit anyaman bambu itu, Sofi tinggal bersama putri sulungnya yang berumur 8 tahun.
Sedangkan sang suami, Nanung Nur Yula (26), saat ini meringkuk di jeruji besi di Mapolres Magelang Kota lantaran tersandung kasus percobaan pencurian sepeda motor di Kota Magelang belum lama ini.
"Suami saya mungkin pikirannya sedang kalut sampai mencoba mencuri motor. Sekarang jadi begini. Saya pernah ajak Mulia ke kantor polisi, siapa tahu bisa meringankan hukuman suami saya," ujar Sofi.
Dengan kondisi ini, Sofi tidak memiliki pemasukan uang untuk kehidupan sehari-hari.
Terlebih untuk mengobati Mulia yang biayanya mencapai jutaan rupiah. Untuk menyambung hidup, Sofi terkadang ikut membungkusi permen asem milik tetangganya.
“Saya kerap terpaksa berhutang kepada sanak saudara untuk sekedar membeli susu dan bubur bayi. Bahkan, untuk biaya sekolah putri pertama saya, saya juga bingung,” ujarnya. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.