Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Aniaya dan Bakar Warga, Bripka Lulus Meneteskan Air Mata Penyesalan Saat Disidang

Sidang lanjutan terhadap oknum Polres Kudus, Bripka Lulus Rahardi, dilanjutkan pada hari ini, Senin (16/3) di Pengadilan Negeri (PN) Kudus.

Editor: Sugiyarto
zoom-in Aniaya dan Bakar Warga, Bripka Lulus Meneteskan Air Mata Penyesalan Saat Disidang
tribun jateng
bripka lulus rahardi di persidangan 

Laporan Wartawan Tribun Jateng, Mamdukh Adi Priyanto

TRIBUNJATENG.COM, KUDUS- Sidang lanjutan terhadap oknum Polres Kudus, Bripka Lulus Rahardi, dilanjutkan pada hari ini, Senin (16/3) di Pengadilan Negeri (PN) Kudus.

Lulus merupakan terdakwa perkara penganiayaan terhadap Kuswanto, warga Jepang Wetan, Kecamatan Mejobo.

Agenda sidang adalah pemeriksaan saksi. Saksi yang dihadirkan yakni dokter yang memeriksa dan membuat visum korban. Ia merupakan dokter dari RSUD dr Loekmonohadi, Kudus.

Pemeriksaan terdakwa juga dilakukan oleh majelis hakim yang diketuai Rudi Ananta Wijaya dan dua hakim anggota Ikha Tina dan Edwin Pudyono Marwiyanto setelah pemeriksaan saksi.

Dengan memakai rompi berwarna oranye, Lulus diminta hakim ketua untuk duduk di kursi pesakitan. Rentetan pertanyaan pun keluar dari sang hakim ketua.

Lulus tampak meneteskan air mata saat menjawab pertanyaan sang hakim. "Saya menyesal telah melakukan hal tersebut. Saat korban di rumah sakit pun saya yang menjaga," aku Lulus sembari mengusap air matanya dengan kain berwarna kuning.

BERITA TERKAIT

Korban (Kuswanto-salah tangkap) mengalami luka bakar di sekitar leher yang diduga berasal dari minuman beralkohol tersebut tercampur dengan percikan api yang berasal dari korek.

"Anda tidak bisa membedakan mana ciu mana minuman mineral?" tanya hakim ketua lagi.

Lulus mengaku tidak bisa membedakan antara keduanya karena kondisi lapangan yang dekat dengan Universitas Muria Kudus itu gelap. Dia mengaku menyesal telah berbuat hal tersebut.

Dalam sidang sebelumnya, tiga saksi yang dihadirkan yakni Soleh alias Bajil, Susanto dan Suprapto.

"Kami waktu itu berenam, sekitar maghrib, nongkrong di Cafe Perdana, lalu didatangi oleh rombongan orang, dan kami langsung dibawa naik mobil. Kuswanto di mobil terpisah," kata Soleh alias Bajil, di hadapan majelis hakim yang diketuai oleh Rudi Ananta Wijaya.

Menurut dia, selanjutnya, mereka semua dibawa ke lapangan uji SIM, di dekat Universitas Muria Kudus (UMK), yang berada di wilayah Panjang, Bae, Kudus.

"Saya tidak melihat langsung, kedatangan mobil yang ditumpangi Kuswanto, karena di sana sangat gelap. Saya sendiri tidak turun, tapi terus di atas mobil," ujarnya.

Dalam kegelapan tersebut ia sempat melihat kobaran api, yang lokasinya berjarak sekitar 20 meter dari mobil yang ia tumpangi.

"Saya melihat sekilas, saat menoleh sebentar," ucapnya.

Ia mengaku mendengar jerit kesakitan yang ia yakini sebagai suara Kuswanto.

"Saya dengan teriakan 'Allahu Akbar', 'Aduh', 'Ampun pak!, Sakit pak! Sakit!'. Suaranya jelas, saya mengenalinya," sambung dia.

Beberapa saat setelah itu, menurutnya, mereka semua dibawa ke Mapolres Kudus, menggunakan satu mobil.

Saat itu, dikatakannya, ia duduk di barisan kursi paling belakang. Sementara Kuswanto diletakkan di belakang kursinya alias di bagasi. "Tangannya diikat ke belakang, mata ditutup. Saya ndak melihat jelas," ucapnya.

Sementara kesaksian Korban Kuswanto membeberkan kronologi kejadian yang menimpanya.

"Sore itu, sebelum kejadian tanggal 28 November 2011, saya didatangi lima orang teman di rumah. Saya diminta untuk pergi, karena dicari polisi," ujar Kuswanto, mengawali keterangannya.

Lantaran tak merasa bersalah, ia pun enggan menuruti saran kelima temannya tersebut. Mereka, Susanto, Agung, Suprat, Muhadi, dan Soleh alias Bajil.

"Kemudian, saya ajak mereka untuk nongkrong di Cafe Perdana, di Jalan Lingkar Jetak, sampai sana sekitar pukul 17.30," ujarnya.

Selang sekitar setengah jam kemudian, cerita Kuswanto, datang dua mobil, Jazz warna putih dan Xenia warna hitam.

Tanpa banyak bicara, Kuswanto yang saat itu sedang mengobrol dengan operator cafe, di teras, langsung dicokok oleh seorang anggota dan dimasukkan ke dalam mobil Jazz.

"Di dalam, saya dipukuli, diminta mengaku sebagai pelaku perampokan toko es krim. Tangan saya diborgol, dan mata saya juga dilakban," ucapnya.

Saat disinggung majelis hakim, kenapa dia bisa mengetahui bahwa yang menangkapnya adalah polisi, Kuswanto mengaku mengenal mereka.

Sebab, ia kenal baik dengan beberapa oknum di Polres Kudus.

"Saya kenal, saya pernah 10 tahun menjadi sumber informasi (SI) Polres, pernah kerja bareng mereka," jawabnya.

Sekitar setengah jam kemudian, Kuswanto, diturunkan di sebuah tempat, yang ia rasa seperti di persawahan. "Saya tak tahu persis, karena mata saya ditutup," sambungnya.

Di sana, ia masih terus dihajar oleh beberapa oknum polisi yang menangkapnya.

"Sudah kamu ngaku saja, nanti kalau mengaku tak lepasin, sama siapa saja kamu melakukannya," ucap Kuswanto, menirukan anggota yang menghardiknya.

Lantaran merasa tak melakukan, Kuswanto terus membantah tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Ia pun terus dihajar.

Tak lama kemudian, ia merasa disiram cairan yang terasa dingin di sekitar leher dan dadanya. Sesaat kemudian, ia merasa ada korek gas yang dinyalakan, tepat di atasnya.

"Lalu, langsung terasa terbakar, panas sekali, saya guling-guling berusaha mematikan api, tapi tak bisa padam. Kemudian saya merasa ada orang yang mematikan api menggunakan kain basah," ceritanya. (*)(*)

Sumber: Tribun Jateng
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas