Keluarga Keraton Surakarta Tak Perlu Komentari Urusan Keraton Yogya
Keluarga Keraton Kasunanan Surakarta diminta untuk tidak turut serta mengomentari mengenai polemik yang terjadi di internal keluarga Kerat yogya
Editor: Sugiyarto
Laporan Reporter Tribun Jogja, M Nur Huda
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Keluarga Keraton Kasunanan Surakarta diminta untuk tidak turut serta mengomentari mengenai polemik yang terjadi di internal keluarga Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Sebab masing-masing memiliki batas kewilayahan dan persoalannya masing-masing.
Hal itu diungkapkan Kanjeng Raden Tumenggung Poerbokusumo atau RM Acun Hadiwidjojo saat ditemui di Ndalem Yudhanegaran, Kota Yogyakarta, Kamis (7/5/2015).
“Solo (Surakarta) jangan ikut nimbrung-nimbrung, sebab selama ini kami tidak pernah ikut nyinggung urusan di sana,” katanya.
Ia mengatakan, urusan di Keraton Yogyakarta biarlah menjadi urusan keluarga Kasultanan Yogya. Terlebih, Keraton Surakarta juga memiliki persoalan lain yang juga harus diselesaikan oleh pihak keluarga sendiri.
“Biarlah ini urusan kami di keluarga Keraton Yogya, biar kami sendiri juga yang menyelesaikannya,” katanya.
Sebelumnya, kerabat Keraton Surakarta, GKR Wandansari menilai, Sabdaraja yang dikeluarkan Sultan Hamengku Buwono X juga melukai Keraton Surakarta sebagai sesama trah Mataram.
Gusti Moeng, panggilan akrab GKR Wandansari, menegaskan warga Keraton sebagai masyarakat adat harusnya menjalankan aturan adat yang telah ditetapkan.
“Kita ini masyarakat budaya yang berada dalam hukum dan tatanan adat yang semua tidak bisa lepas dari hukum agama, maka tida seenaknya kita mengubah hukum tadi, kewajiban kita ini mengingatkan kepada yang mau mengubah paugeran yang sudah ada,” ungkapnya.
Menurutnya putri PB XII ini, salah satu poin Sabdaraja tentang perubahan perjanjian Ki Ageng Giring dan Ki Ageng Pemanahan juga dianggap melukai Keraton Surakarta, dimana keraton Surakarta merupakan pewaris trah Mataram sebagaimana Yogyakarta.
“Jangan mengaku trah Mataram kalau tidak mau menjalankan aturan yang sudah ada,” tegasnya.
Untuk mencari solusi, atas polemik yang muncul di Keraton Yogyakarta, ia menyarankan perlu diadakan pertemuan dengan melibatkan seluruh anggota keluarga kerajaan.
Pertemuan itu, lanjut Wandansari, agar persoalan itu tidak berlarut.
"Ya, dikumpulkan saja. Tanya maksudnya (Sabdaraja). Di Solo ada plt, karena raja tidak bisa melindungi sentono dalem dan abdi dalem (keluarga dan abdi) ," jelasnya.
Gusti Mung memberikan contoh seperti Keraton Surakarta, dimana PB XIII di-PLT-kan oleh keluarga Keraton Surakarta karena dianggap sudah tidak bisa menjalankan aktivitas Keraton menurut adat. Sebab jika tidak dilakukan, akan semakin rusak.
Namun demikian, Gusti Mung tetap berharap permasalahan yang ada bisa diselesaikan oleh keluarga Keraton Yogyakarta dengan baik. (tribunjogja.com)