Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengungsi Rohingya di Makassar Tak Mau Pulang ke Myanmar, Takut Dibunuh

Kepala Kantor Imigrasi Makassar, Tegas Hartawan mengaku tidak mengetahui persis jumlah pasti pengungsi Rohingya di daerah ini.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pengungsi Rohingya di Makassar Tak Mau Pulang ke Myanmar, Takut Dibunuh
TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR
Sejumlah warga Rohingya di Wisma Budiman, jl Harimau, Makassar, Sulsel, Senin (25/5). Sebanyak 36 warga Rohingya asal Myanmar yakni terdiri dari 13 anak-anak dan 24 orang dewasa melarikan diri pasca pembantaian massal di negara asalnya. TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR 

TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Ternyata sejak tahun 2012, Makassar jadi tempat penampungan sekitar 200-an pengungsi dan pencari suaka politik asal Rohingya, Myanmar.

Selama tiga tahun lebih, sejak konflik pertama 2011, mereka tinggal menyebar di sejumlah wisma kelas melati di kota ini.

Setiap bulan mereka mendapat 'jatah' makanan dan uang saku sebesar Rp 500 ribu dari perwakilan lembaga kemanusiaan PBB bidang pengungsi, United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).

Akhir pekan lalu, Wakil Ketua Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) Sulsel Yonggris Lao dan beberapa pengurus Walubi, bertemu Muh Toyyib (45), tetua komunitas Muslim Rohingnya Wsma Budi, penampungan sementara UNHCR di Jl Harimau, Kelurahan Maricayya, Makassar.

"Keharmonisan Muslim Rohingya bersama Buddhis Rakhine di Myanmar terkoyak oleh junta militer Myanmar yang kejam," kata Yonggris.
Ada 36 warga pencari suaka Rohingya di penampungan sementara itu. Mereka terdiri dari 13 anak anak dan 24 orang dewasa.

Sebagian besar anggota keluarga, remaja dan ada pula yang berusia balita.
"Kami disini tidak punya kegiatan, karena kami dilarang imigrasi, selain beribadah, yang kami pulang ke wisma," Toyyib (45) di wisma Budi.

Mereka taat hukum internasional, yakni dilarang meninggalkan wilayah Makassar.

Berita Rekomendasi

Tapi untuk biayai kebutuhan sehari harinya kata mereka, semuanya ditanggung IOM , lembaga yang ditunjuk UNHCR di Indonesia. Selain biaya akomodasi, asuransi kesehatan, juga ditanggung.

Toyyib, mengaku beruntung, sebab anak wanitanya , diperbelohekan sekolah di sebuah sekolah SLB di Jl Dg Tata Makassar, dan Metro School.

Atas nama sekampungnya, Toyyib menegaskan menolak dikembalikan ke tempat asalnya. "Kami takut dibunuh dan ditembak mati. Umat Muslim di Myanmar ditembak dan diusir dari tempat tinggal mereka."

Mereka justru ingin mencari tempat yang lebih baik untuk mencari penghidupan dan perlindungan. Dia menilai, pembataian ummat muslim di Rohingya amat kejam.

Selama tiga tahun di Makassar, mereka mulai gembira dsan berangsur membaur . Senagian dari mereka ada yang asudah bisa melapalkan kalimat terbatas dalam bahasa Indonesia logat Makasar

Thoyyib mengatakan mereka akan mencari suaka ke Australia. Dia berharap agar semua pihak termasuk pemerintah Indonesia membantu mereka ke negara tujuanya, Australia. Mereka yakin, Australia akan ada kehidupan yang lebjih aman dan sejahtera.

Kepala Kantor Imigrasi Makassar, Tegas Hartawan mengaku tidak mengetahui persis jumlah pasti pengungsi Rohingya di daerah ini.

"Sepengetahuan saya, tidak sampai 200 orang. Mereka tinggal di beberapa tempat penampungan sementara," jelasnya

Soal harapan para pengungsi dibawa ke negara tujuan, Hartawan mengatakan bukan kewenangannya. Kantor Imigrasi Makassar sebatas mendata dan mengawasi para imigran.

Kewenangan membawa mereka ke negara tujuan adalah tanggungjawab UNHCR. Sedang, soal pembiayaan mereka selama di tempat penampungan dibiayai oleh IOM.(san)

Sumber: Tribun Timur
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas