Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Warisan untuk Angeline Tidak Masuk di Akta Adopsi

Dijelaskan Anneke, Akta ini hanya pegangan awal untuk tidak saling mengingkari kesepakatan, dan bukan akta adopsi

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Warisan untuk Angeline Tidak Masuk di Akta Adopsi
KOMPAS.com/SRI LESTARI
Foto Angeline yang disebar 

TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR – Silang sengkarutnya kabar bawah Angeline (8) memperoleh bagian harta dari ayah angkatnya yang warga negara asing ternyata tidak tertera dalam akta yang sebelum santer berhembus.

Kamis (11/6) sore, Orangtua kandung Ag yakni Siti Hamidah (28) dan Ahmad rosyidik (29) bersama tim dari P2TP2A mendatangi kantor Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Anneke Wibowo SH di Jalan Teuku Umar.

Kedatangan kedua orangtua dari bocah malang ke kantor notaris tersebut untuk memperoleh salinan akta yang dibuat tahun 2007 yang disepakati oleh orangtua kandung Ag selaku pihak pertama dengan Margareith Christina Megawe, selaku pihak kedua yang tertera dalam akta tersebut.

Dalam kesepakatan tersebut kedua pihak membuat kesepakatan yang diikat ke dalam Akta Pengakuan Pengangkatan Anak tertanggal 24 Mei 2007 nomor 18 yang dibuat di Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Anneke Wibowo SH.

“Kedua belah pihak sebelum datang ke Notaris sudah melakukan kesepakatan, mungkin saja Perjanjian ini dibuat takutnya salah satu pihak mengingkari kesepakatan. Jadi ketika terjadi sesuatu ada kesepakatan hitam di atas putih,” jelas Anneke.

Dikatakan Anneke, akta tersebut secara garis besar menyatakan, bahwa pihak pertama mengaku telah menyerahkan anaknya kepada pihak kedua selaku penerima.

”Saya tidak membuat tentang pengangkatan anak. Ini tidak diperbolehkan, akta ini hanya kesepakatan awal. Makanya judul Aktanya Pengakuan Pengangkatan Anak. Itu bukan adopsi,” terangnya.

BERITA REKOMENDASI

Saat pembuatan akta, hadir pada saat itu orangtua kandung Ag dan Margareith, dikatakanya Anneke kedua belah pihak pada waktu itu sempat datang dua kali ke kantornya untuk meminta tolong dibuatkan akta.

“Yang minta untuk bikin kesepakatan hitam di atas putih itu Ibu Margareit, mungkin saja dia takut nanti terjadi pengingkaran kesepakatan. Kalau tidak salah kedua belah pihak sempat dua kali bolak balik ke sini, karena saya bilang tidak bisa membuatkan pengangkatan anak. Terus akhirnya minta tolong ada semacam kesepakatan hitam diatas putih saja, kalau mau adopsi itu harus di pengadilan,” jelasnya.

Dijelaskan Anneke, Akta ini hanya pegangan awal untuk tidak saling mengingkari kesepakatan, dan bukan akta adopsi. Jika pihak pertama ingin mengandopsi seharusnya menempuh jalur pengadilan dan mengikuti proses legal.

“Akta saya bukan akta adopsi, ini akta pengakuan pengangkatan anak. Akta ini kesepakatan awal sebelum dilakukukan proses selanjutnya, tetapi proses selanjutnya itu yang tidak ditindaklanjuti oleh kedua belah pihak,” ujarnya.

Kembali ditegaskan Anneke, agar tidak salah paham terkait dengan kabar adanya akta adopsi dirinya hanya membuat akta pengakuan kesepakatan. Jadi akta itu sifatnya kesepakatan awal supaya menjaga untuk tidak saling memungkuri kesepakatan, ada bukti kesepakatan hitam diatas putih.


“Biar tidak salah paham, saya bukan tempat untuk melegalisasi atau melegalkan pengangkatan anak. Kesepakatan ini mengikat kedua belah pihak, seandainya ada pengingkaran kesepakatan, dan saya sudah jelaskan ke para pihak, bukan di sini tempat pengangkatan anak, kalau pengangkatan anak itu harus ke pengadilan,” katanya.

Terkait dengan kabar yang beredar adanya klausul yang menyatakan Ag mendatap warisan dari ayah angkatnya yang orang asing tersebut, Anneke menyatakan tidak ada kalimat yang menerangkan bahwa Ag menerima warisan.

Halaman
12
Tags:
Sumber: Tribun Bali
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas