Nenek Sakdan, Penjaja Ikan Keliling yang Mau Naik Haji
Berbekal sisa laba penjualan ikan yang dikumpulkannya sedikit demi sedikit, sehingga tahun ini bisa berangkat ke Tanah Suci
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- SAKDAN Makam tercatat sebagai salah satu calon jamaah haji (CJH) asal Pidie yang akan menunaikan ibadah haji tahun ini. Perempuan berusia 75 tahun ini sehari-hari menjual ikan keliling antardesa. Orang Aceh menyebutnya muge ungkot atau penggalas ikan, profesi yang biasanyaa dilakoni pria.
Perempuan tua ini menjajakan ikan dengan cara membawanya dalam keranjang yang dia junjung di atas kepala. “Mak Daud, nyoe pat ungkot, hai na neubloe (Mak Daud, ini ikan, apa mau beli)?” ujar Sakdan menirukan cara dia berinteraksi dengan para pelanggannya.
Mak Daud itu hanya kata tamsilan darinya untuk menyapa kaum ibu di daerah yang dia kunjungi. Tapi karena seringkali dia ucapkan, sehingga pembeli menyapa Sakdan dengan sebutan ‘Nek Daud’.
Ibu dari enam anak dan nenek dari 19 cucu ini tinggal di Gampong Pulo Tukok, Kecamatan Batee, Pidie. Letakmya di pesisir, sekira 10 km arah barat Sigli, ibu kota Kabupaten Pidie.
Untuk mewujudkan impian naik haji, Sakdan penuh perjuangan. Meski tak kaya, ia sudah mengimpikan naik haji sejak sepuluh tahun lalu. Berbekal sisa laba penjualan ikan yang dikumpulkannya sedikit demi sedikit, sehingga kini sudah mengantarnya menjadi satu dari 270 CJH Pidie tahun ini.
Ditemui Serambi di rumahnya, Kamis (18/6) kemarin, Nek Sakdan terlihat sehat, kendati sudah berusia senja. Tubuhnya kurus, garis keriput di wajahnya tampak jelas.
Rumah panggungnya berbahan kayu. Di rumah itulah ia tinggal bersama seorang anak dan cucunya. Sedangkan lima anaknya yang lain tinggal di tempat berbeda.
Sambil mengunyah sirih, ia berkisah bagaimana bisa mengumpulkan dana untuk berhaji. Mulai dari Rp 20.000 sehari sampai akhirnya terhimpun Rp 25 juta.
Sejak enam tahun lalu setelah suaminya Tgk Laboh meninggal, Nek Sakdan makin tekun menjajakan ikan. Mulanya ia berjualan ikan di desa terdekat saja, tapi belakangan merambah ke kecamatan tetangga.
Ia bertekad suatu saat bisa pergi haji dari hasil penjualan ikan. “Saya rindu sekali, tapi hati kecil saya ragu karena kami orang miskin,” tutur Nek Sakdan.
Kawasan yang dilintasinya saat berjualan ikan mulai dari Langgo, Klibeuet sampai ke Sanggeu, Kecamatan Pidie. Jumlah ikan yang dia jual per hari sekira 20 kg. Jenisnya variatif.
Meskipun hidupnya sangat miskin, tapi Nek Sakdan ingin mandiri. Ia tak ingin bergantung pada anak-anaknya yang sudah berumah tangga.
Maka itu, ia bekerja keras sambil setiap hari rajin menabung dari hasil penjualan ikannya. “Kadang sehari 20.000 rupiah. Tapi jumlahnya tidak tentu, tergantung seberapa laku,” ucapnya.
Begitulah, hari demi hari, sampai simpanannya yang dia taruh di dalam guci di rumahnya mencapai Rp 25 juta. Barulah ia ungkapkan keinginannya berhaji. Mendengar itu, semua anaknya kaget dan haru.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.