Pemerintah Targetkan 2017 Swasembada Garam Industri
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan Tahun 2017 bisa mencapai swasembada garam industri.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan Tahun 2017 bisa mencapai swasembada garam industri. Sementara untuk swasembada garam konsumsi, sudah tercapai akhir Tahun 2014.
Upaya genjot produksi garam di musim kemarau saat ini pun dilakukan dengan menggandeng para petani dan perusahaan pengguna garam industri impor dan BUMN PT Garam.
"Saat ini baru 50 persen dari kebutuhan garam industri yang bisa dipenuhi dari dalam negeri. Proyeksi kami produksi garam untuk bahan baku industri mencapai 800.000 hingga 1 juta ton pada musim panen tahun ini,” kata Direktur Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pengembangan Usaha KKP, Riyanto Basuki, Jumat (28/8/2015).
Pemenuhan kebutuhan garam industri menjadi fokus setelah berhasil melakukan swasembada garam konsumsi.
Diharapkan produksi garam untuk industri bisa terus meningkat hingga bisa mencukupi kebutuhan Tahun 2017.
Selama ini Indonesia mengimpor bahan baku garam untuk industri sebesar 2,3 juta ton per tahun.
Pemerintah telah menyusun roadmap swasembada garam nasional, termasuk pemetaan lahan potensial seluas 31.000 hektare.
"Dari total luasan tersebut, 80 persennya berada di sentra garam di 10 kabupaten,” tambah Riyanto.
Pada 2014, produktivitas tertinggi mencapai 98 ton per hektare (ha) selama satu musim panen.
Namun ada yang produktivitasnya hanya berkisar 60 ton per ha. Karena itu akan dilakukan pemanfaatan teknologi, salah satunya penggunaan media isolator yang bisa mendongkrak produktivitas hingga 100 ton per ha.
”Menurut kalkulasi kami, dengan pemanfaatan teknologi, dalam kondisi basah produksi garam untuk bahan baku industri mampu mencapai 3 juta ton per tahun,” lanjutnya.
Agar bisa menyuplai kebutuhan industri, selain kuantitas, pemerintah juga tengah mendorong peningkatan kualitas. Rendahnya kualitas garam rakyat menjadi salah satu kendala menyuplai kebutuhan industri.
Selama ini total produksi garam rakyat hanya 30 persen yang memenuhi persyaratan kualitas pertama (K1). Nantinya akan dilakukan peningkatan kualitas sehingga garam K1 bisa mencapai 50 persen dari total produksi.
Intensifikasi dilakukan di lahan garam di 16 kabupaten. Di Jawa Timur diantaranya dilakukan di Lamongan, Sidoarjo, Sumenep, Pamekasan, Sampang dan Bangkalan.
M Hasan, Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Jawa Timur, menambahkan, para petani sangat mendukung target tersebut.
Pihaknya bersedia memanfaatkan teknologi yang diberikan untuk menggenjot produksi garam dan meningkatkan kualitas garam rakyat agar diterima sebagai garam industri.
"Karena impor garam yang disebutkan untuk industri itu sudah merembes ke garam konsumsi sehingga kami dirugikan. Saat ini harga garam dari petani masih dibawah HPP karena kalah dengan garam impor yang merembes," kata Hasan.
Petani garam berharap, pemerintah juga mengeluarkan regulasi untuk mengamankan produksi garam rakyat. Selain itu juga diharapkan adanya lembaga uji kualitas garam yang independen.
Dengan demikian, bisa menunjukkan kualitas yang benar dari hasil produksi garam rakyat sehingga harga bisa sesuai Harga Pembelian Petani (HPP) garam dengan harga Rp 750 per Kg.
"Saat ini masih berkisar pada Rp 350 hingga Rp 400 per Kg. Masih rendah dengan alasan kualitas yang belum sesuai kualitas tertinggi HPP," lanjut Hasan.
Selain itu, pihaknya juga mendesak PT Garam segera melakukan pembelian garam rakyat sebagai bahan baku industri. PT Garam juga berencana membangun pabrik pengolahan garam rakyat untuk garam industri.
Direktur Utama (Dirut) PT Garam, Usman Perdanakusuma, mengakui, pihaknya menanti pencairan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk mengembangkan pabrik pengolahan garam dan pembelian garam rakyat serta pengembangan lahan.
"Dengan dana PNM itu, target kami juga bisa mendukung target swasembada garam industri hingga bisa menghentikan garam impor," jelasnya.
PMN untuk PT Garam Tahun 2015 senilai Rp 300 miliar, Rp 222 miliar dialirkan untuk penyerapan garam rakyat dan stabilisasi harga garam ketika terjadi penurunan di tingkat petani.
Kemudian Rp 68 miliar dianggarkan untuk membangun pabrik garam olahan berkapasitas 60.000 ton di Camplong, Madura dan Rp 7 miliar lainnya dialokasikan untuk pengembangan geomembran dan teknologi on-farm.
Sisanya untuk persiapan pengembangan lahan 5.000 ha di Kupang.