Aman Melawi Bakal Perjuangkan Hak Masyarakat Adat
"Sekarang ini banyak tanah adat yang dirampas oleh perusahaan perkebunan, pertambangan dan lain sebagainya, kita akan berusaha memperjuangkan."
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Ali
TRIBUNNEWS.COM, MELAWI - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kabupaten Melawi resmi terbentuk pada 3 September 2015. Pembentukan Aman bertujuan memperjuangkan hak-hak masyarakat adat.
Ketua Pengurus Harian (BPH) Melawi, Herman Bujang mengungkapkan, banyak tujuan yang ingin dicapai Aman Kabupaten Melawi, satu diantaranya adalah hak-hak masyarakat adat.
Dia menilai selama ini, banyak sekali hak-hak masyarakat adat yang dirampas, akibat adanya kebijakan pemerintah yang lebih pro terhadap investor, baik itu perkebunan ataupun pertambangan.
“Sekarang ini banyak tanah adat yang dirampas oleh perusahaan perkebunan, pertambangan dan lain sebagainya, kita akan berusaha memperjuangkan hak masyarakat adat,” kata Hermas Bujang, Minggu (6/9/2015).
Persoalan lain yang juga menjadi perhatian Aman adalah soal perda masyarakat adat yang sampai saat ini belum ada di Kabupaten Melawi. Kondisi ini memperparah keadaan masyarakat adat, karena di saat mereka hendak menuntut tidak memiliki kekuatan hukum.
“Maka dari itu kita juga ada dorong dibentuknya perda adat, sejatinya ini sudah dimasukan dalam prolegda, namun apakah sudah berjalan atau belum dipemerintahan, ini juga perlu kita perhatikan,” kata dia.
Hermas menambahkan, sengketa yang terjadi antara masyarakat adat dengan pihak taman nasional bukit raya bukit baka juga perlu mendapat perhatian, karena sampai sejauh ini kasus tersebut belum jelas penyelesaiannya.
“Di sana juga ada hak-hak masyarakat adat yang terampas, karena mereka tidak bisa memanfaatkan kepentingan masyarakat, padahal jika dilihat masyarakat di sana lebih dulu ada ketimbangan penetapan taman nasional oleh pemerintah,” tandasnya.
Kata Hermas, saat ini sudah ada putusan MK nomor 35 tahun 2015 berkenaan dengan hak masyarakat adat. Maka dari itu pemerintah daerah juga harus mempertimbangkan hak-hak masyarakat adat.
Putusan MK tentang hutan adat keluar dari hutan negara seharusnya berjalan sesuai penghormatan terhadap masyarakat adat. Untuk itu, dalam membuat kebijakan, pemerintah seharusnya memperhatikan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat.
“Tanpa pengakuan dan perlindungan baik pemerintah pusat maupun daerah, keputusan MK akan menemui jalan buntu,” sambung Hermas.