Bersih Desa Warga Desa Buleleng Bali, Ini Prosesinya
Beberapa jenis hewan dihaturkan dalam prosesi upakara. Di antaranya, kambing, ayam, itik, anjing dan angsa. Binatang ini disucikan dengan didoakan
Editor: Wahid Nurdin
Laporan wartawan Tribun Bali, Lugas Wicaksono
TRIBUNNEWS.COM, BALI - Desa Pakraman Sudaji menggelar upakara Mepepada di Perempatan Agung/Catus Pata Desa Sudaji, Kecamatan Sawan, Buleleng, Bali, Selasa (22/9/2015), pukul 16.00 Wita.
Sejumlah warga turut berkumpul dan berjubel di sudut-sudut perempatan menyaksikan prosesi upakara.
Sesekali sebagian di antaranya mengabadikan prosesi itu menggunakan kamera telepon seluler.
Upakara ini dilaksanakan sebagai upaya pembersihan desa setelah ada warganya yang melakukan perbuatan tidak sesuai norma sosial dan agama.
Sebelumnya, GPY (40) terbukti menghamili anak kandungnya, LY (17) Usia kehamilan LY kini telah mencapai tiga bulan.
“Karena itu desa menuntut menggelar upacara ini. Karena itu sudah disebut mengotori desa. Ya, mudah-mudahanlah dengan upakara ini di Desa Sudaji untuk pertama dan terakhir. Supaya tidak ada hal-hal negatif lagi untuk Desa Sudaji,” ujar Bendesa Adat Sudaji, Jro Nyoman Sunuada.
Beberapa jenis hewan dihaturkan dalam prosesi upakara ini. Di antaranya, kambing, ayam, itik, anjing dan angsa. Binatang-binatang ini disucikan dengan didoakan.
Selanjutnya, hewan-hewan itu diiringkan murwa daksina. Sejumlah orang membawa satu persatu hewan itu mengitari Perempatan Agung sebanyak tiga kali searah jarum jam.
Selanjutnya hewan-hewan itu disembelih. Lantas dilakukan prosesi sembahyang bersama untuk mendoakan agar semua binatang yang telah disucikan itu bisa digunakan untuk kepentingan yadnya.
Seusai disembelih, binatang-binatang itu dikuliti dan dagingnya digunakan untuk melengkapi bebantenan.
Dikatakannya, binatang-binatang yang telah disembelih akan digunakan sebagai sarana banten upakara Mecaru Labuh Gentuh dan Balik Sumpah yang akan dilaksanakan, Rabu (23/9/2015).
Secara spiritual, roh-roh binatang yang digunakan sebagai sarana banten akan meningkat menjadi ciptaan Tuhan yang lebih tinggi dari sebelumnya.
“Diupakari dulu, dibersihkan dulu (binatangnya) baru digunakan untuk mecaru hari ini. Dikembalikan rohnya (binatang) itu. Kalau kakinya empat ke mana, kalau kaki dua di mana, itu terserah pemuput. Lalu dikembalikan rohnya itu, baru setelah itu dipakai untuk upakara,” jelasnya.
Selain itu, upakara mecaru juga untuk membersihkan wilayah Desa Sudaji yang telah ternoda tindakan asusila ayah dengan anak kandung.
Sementara keseluruhan biaya yang mencapai Rp 60 juta ditanggung GPY.
“Upacara ini dimaksudkan untuk membersihkan wewidangan desa. Makanya mecaru ini disebut Mecaru Labuh Gentuh dan Balik Sumpah, harus diselesaikan atau dipuput oleh pandita,” ucapnya.
Sunuada mengaku sedih atas kelakuan warganya yang tidak seharusnya dilakukan di desanya.
Ia menganggap peristiwa ini merupakan musibah dan harus menjadi pelajaran semua masyarakat.
Ia juga menegaskan agar masyarakat tidak terus-menerus melakukan pembunuhan karakter terhadap warganya, GPY dan LY.
Jika masyarakat terus menyudutkan kedua warganya tersebut, maka hukum karma akan berlaku.
“Sebenarnya kami kasihan melihat ada warga kami yang seperti ini. Adanya upakara ini bukannya kami senang, tetapi sedih. Jangan terus menyudutkan mereka dan memperbesar masalah ini karena hukum karma akan berlaku untuk semua agama. Kami sudah menganggap ini musibah dan tidak perlu terjadi lagi,” tandasnya. (*)