Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Pilu Menjelang Ajal Bocah yang Dibakar Tetangganya

Kematian bocah berusia enam tahun bernama Ayu Azahara, menyisakan kepiluan tak terperi.

Editor: Sugiyarto
zoom-in Kisah Pilu Menjelang Ajal Bocah yang Dibakar Tetangganya
SERAMBI INDONESIA
KORBAN PEMBAKARAN -- Bocah Ayu Azahara, korban pembakaran saat dirawat di RSU Zainoel Abidin Banda Aceh dan akhirnya meninggal dunia, Senin (14/9) dini hari. 

*Kisah Bocah Ayu Azahara Dibakar Tetangga

TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Kematian bocah berusia enam tahun bernama Ayu Azahara, menyisakan kepiluan tak terperi.

Ayu merupakan putri dari pasangan Abdullah dan Hamidah, warga Desa Pandrah Janeng, Kecamatan Pandrah Janeng, Kabupaten Bireuen yang jadi korban pembakaran oleh tetangganya.

Menjelang mengembuskan napas terakhir di RSU Zainoel Abidin Banda Aceh, Senin (14/9/2015) sekitar pukul 03.05 WIB, Ayu sempat meminta pulang ke rumah.

“Lon mate malam nyoe (saya mati malam ini),” kata Ayu sambil mengajak ibunya pulang dari rumah sakit.

Saat-saat menjelang meninggalnya bocah malang itu, orangtua dan saudara-saudaranya yang menunggui di rumah sakit sempat mendengarkan berbagai permintaan terakhir dari sang putri.

Ia berpesan kepada orang tuanya untuk ingat kepada Ilahi dan membaca Kitab Suci.

Berita Rekomendasi

“Mak neumeuratep Mak, neubaca Yasin Mak (Mak berzikir, Mak, baca Yaasin, Mak),” kata sang ibu, Hamidah (48) kepada Serambi, mengenang ucapan putrinya menjelang ajal.

Bukan hanya menyuruh ibunya untuk berzikir. Tapi Ayu juga ikut berzikir dan membaca Surah Al-Fatihah hingga tuntas tujuh ayat.

Kemudian melanjutkan membaca surah Al-Masad hingga mengakhiri lima ayat dengan tuntas. Selanjutnya Ayu turut berdoa untuk kesembuhannya.

“Neubi hai Po beu panyang umu lon untuk jak beut (berilah wahai Allah umur saya yang panjang untuk pergi mengaji),” ujar Ayu.

Ibunya yang berlinang air mata langsung merespons pesan anak kesayangnya. Ia berzikir seperti yang diminta anaknya.

Meski mulutnya kesulitan berucap saat air mata tak terbendung di pipinya, Hamidah berusaha untuk berzikir semampunya.

Suaminya, Abdullah (51) tak kuasa menahan kesedihan di malam terakhirnya bersama sang putri.

Firasat Hamidah terhadap anaknya membuat ia menyuruh suaminya memanggil dokter. “Lon yue jak ayah jih untuk hoi dokter (saya suruh ayah Ayu untuk panggil dokter),” kata Hamidah.

Kemudian seorang perawat wanita datang memberi semangat dan memuji ketabahan Ayu. “Dek Ayu get akai (dek Ayu baik ya),” ujar perawat itu.

Ternyata Ayu membalas komentar perawat itu, bahwa dirinya memang baik. “Syit get akai lon (memang baik budi saya),” ujar Ayu.

Kemudian Ayu melanjutkan kembali kata-katanya.

“Lon meujak woe, hana lon theun neu infus le (saya mau pulang, tidak mau lagi saya diinfus),” ujar Ayu yang meminta jangan diinfus lagi.

Perawat itu balik bertanya kepada Ayu, alasannya tak mau diinfus lagi. “Pakon Dek Ayu jak woe? (kenapa dek Ayu mau pulang?),” tanya perawat.

Namun, seisi ruangan terkejut saat Ayu kembali melanjutkan kata-katanya. “Lon mate malam nyoe (saya mati malam ini),” perawat dan orang tua Ayu terkejut mendengar itu.

Tapi perawat itu kembali berusaha menenangkan Ayu. “Hana mate Ayu (tidak mati Ayu),” timpal perawat.

Ayu yang terbaring dengan perban putih seperti mengetahui takdirnya malam itu. Ia meminta perawat bersama keluarganya untuk menunggu.

“Miseu hana pateh lon mate malam nyoe, neungieng inoe (kalau tak percaya saya mati malam ini, lihat sekarang),” jawab Ayu makin membuat jantung perawat dan keluarganya berdebar.

Ternyata Ayu menyakini ucapannya. Seolah sudah datang malaikat yang memberi tahu kepergian. Hingga ia berani mengatakan itu kepada perawatnya.

Seisi ruangan makin terkejut menyaksikan detik-detik terakhir Ayu pergi. Karena kemudian terdengar bunyi tersedak dari kerongkongannya seperti orang kekenyangan usai makan.

Ternyata itulah isyarat terakhir, karena setelah itu Ayu diam untuk selamanya. Dokter yang memeriksa memastikan Ayu benar-benar sudah tiada.

Tangis pun pecah di malam itu. Tak ada yang mampu membendung air mata dan kesedihan. Bahkan perawat itu merasa penasaran dengan kejadian yang disaksikannya.

“Get that rame mate ureung, hana lon ngieng lagee aneuk manyak nyoe (sangat ramai orang mati, tidak saya lihat seperti anak kecil ini),” ujar perawat itu saat melihat detik-detik terakhir Ayu.

Keluarga Ayu juga menceritakan kalau anaknya malam itu sempat menitip pesan. Ia justru meminta ayahnya menitipkan pesan kepada guru pengajiannya di gampong, Tgk Mansur.

“Ayah neujak bak guree lon Tgk Mansur, ileumee yang ka geubi keu lon, neuyue peu izin donya akhirat (ayah, pergi ke guru ngaji saya Tgk Mansur, ilmu yang sudah diberikannya untuk saya, supaya diizinkan dunia akhirat),” pesan Ayu malam itu.

Sepeninggal Ayu, orang tuanya pun sangat sedih terhadap apa yang dialami anaknya dan meminta pelaku dihukum berat.

“Lagee nyan dipeulaku aneuk lon, beu lagee nyan dihukom. Ek sampe hate aneuk lon dipeulaku lagee nyan, sampe asoe pruet diteubit uluwa (seperti itu diperlakukan anak saya, seperti itu pula dia dihukum. Sampai hati anak saya diperlakukan seperti itu hingga isi perutnya keluar),” ujar ibu Ayu menyiratkan kesedihan tak terperi.

Setelah mengembuskan napas terakhir, dilansir serambi-indonesia, pagi itu itu juga jenazah Ayu dibawa pulang dengan mobil ambulance ke rumah duka dan tiba di Desa Pandrah Janeng, Selasa 15 September 2015 sekitar pukul 08.00 WIB.

Prosesi pemakaman selesai menjelang zuhur hari itu.

Sang ayah, Abdullah tak sanggup mengantar anaknya ke pemakaman. Sejak pukul 08.00 WIB setiba di rumah, ia pingsan dan baru siuman pada sore harinya.

Sedangkan sang ibu, Hamidah yang sempat ke kuburan harus dibawa pulang lagi ke rumah karena pingsan.

Kini, Ayu Azahara terbaring damai dalam pelukan bumi di belakang Meunasah Pandrah Janeng yang terpaut sekitar 200 meter dari rumahnya. Selamat jalan Ayu.(adi)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas