Perajin Mebel Bojonegoro Sering Dicurangi Eksportir, Begini Modusnya
Kerjasama dengan eksportir mebel yang dirasa cukup menyusahkan pada 2005 menjadi pengalaman buruk bagi M Guntur
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, BOJONEGORO - Kerjasama dengan eksportir mebel yang dirasa cukup menyusahkan pada 2005 menjadi pengalaman buruk bagi M Guntur, pengusaha mebel asal Kabupaten Bojonegoro, Jatim.
Sejak itu, ia tak lagi kerjasama dengan eksportir. Ia memilih memasarkan sendiri produknya ke kota-kota besar dan pembeli perseorangan dari luar negeri.
M Guntur beberapa tahun ini melanjutkan usaha mebel ayahnya, Sadam, sejak 2007 lalu.
Ia sudah tak percaya lagi dengan eksportir karena beberapa kali telah dicurangi.
Modus pencurangan yang dilakukan adalah mebel yang telah dikirim ke negara pengimpor sering diklaimkan.
Awalnya eksportir lancar membayar kepada Guntur.
Pertama memberi pihak eksportir memberi uang muka 50 persen, kemudian turun menjadi 30 persen, hingga mereka membayar paska barang sampai di negara tujuan.
Seringkali mereka tidak membayar penuh mebel yang sudah dikirimnya.
Alasannya mebel yang dikirim ada cacat, padahal mereka sudah mengecek sebelum barang dikirim.
Mebel miliknya diekspor ke Malaysia dan Singapura.
“Pertama kedua tidak apa-apa, selanjutnya ngakali. Kalau begini ya saya yang rugi,” kata pemilik Sadam Art ini saat ditemui di tempat usahanya, Rabu (30/9/2015).
Tak lagi kerjasama dengan eksportir memberi keuntungan bagi Guntur. Pria lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang ini merasa tak ribet lagi.
Risiko yang ditanggungnya pun tak sebesar ketika bekerjsama dengan eksportir. Guntur dulu pernah kerjasama dengan orang Malaysia dan Singapura, namun, pengalaman buruk membuatnya kapok.
Menurutnya, menjual sendiri kepada pembeli langsung tidak ada urusan dengan pihak lain. Orang yang percaya kualitas mebelnya bisa datang langsung ke tempatnya.
"Justru melakukan sendiri lebih aman. Kalau dikomplain di sini tidak masalah, kalau dikomplain di sana bagaimana membawa pulang barangnya,” bebernya.
Kendati sudah tak lagi bekerjasama dengan pihak eksportir, mebel miliknya sudah terbang ke Kanada, Malaysia, Brunei Darussalam, bahkan Iran, dan beberapa negara asia lainnya.
Guntur mengaku mengutamakan kualitas untuk memenuhi permintaan orang-orang berduit.
Kiat agar semakin banyak orang asing membeli mebelnya, Guntur memberi harga tak jauh beda dengan harga yang diberikan kepada warga Indonesia.
Hal itu dilakukan karena sebelum membeli, orang asing biasanya survei dulu, ukirannya minta, dan mengutamakan kualitas.
Kualitas yang diminta orang asing, biasanya profilan harus halus, ukuran harus susai permintaan.
Guntur pernah dikomplain gara-gara ukuran yang dibuat tidak sesuai permintaan pemesan.
Komplain itu kemudian dijadikan pengalaman agar selalu hati-hati ke depannya.
Beberapa barang yang sudah dibeli orang asing, antara lain, tempat tidur, kursi, minibar, dapur.
Guntur juga melayani pesanan bangku untuk gereja, serta kusen beberapa masjid di Jawa Timur.
Di masa ekonomi sulit seperti sekarang ini akibat kurs dollar terhadap rupiah naik terus, Guntur merasa penjualan mebelnya terdampak.
Sebab, kondisi krisis ekonomi membuat daya beli masyarakat rendah. Namun, penjualan mebelnya tak terdampak signifikan.
Kini, yang diwaspadai Guntur adalah semakin mahalnya bahan baku kayu jati yang dibeli dari pihak Perhutani. Mebel Sadam Art selama ini mengandalkan bahan baku kayu jati.
Harga kayu jati mencapai Rp 15 juta hingga Rp 30 juta per kubik. Ia membeli kayu 8 kubik dalam dua minggu sekali.
“Sekarang penjualan stagnan, dalam artian tidak begitu pesat. Memang kondisi sekarang seperti ini, kecuali orang-orang high class (kelas tinggi, konglomerat) yang membeli,” kata pria yang kini memiliki 78 pekerja ini.
Harga mebel yang dijual paling murah sekitar Rp 8 juta untuk harga kursi, sedangkan paling mahal adalah almari sekitar Rp 60 juta.
Beberapa bulan ini, rata-rata pesanan pembeli berupa tempat tidur yang harganya sekitar Rp 8,5 juta.
Untuk menghadapi krisis ekonomi, Guntur telah menyiapkan kiat. Yaitu, mengetatkan efektifitas, meningkatkan skil karyawan, menentukan kegunaan kayu sebelum kayu dibelah sehingga limbah kayu minim yang terbuang.
“Nanti kayu limbah kayu yang kecil-kecil akan dibuat handycraft (kerajinan)” pungkas Guntur yang berencana membangun ruang handycraft.